#30HariMenulisSuratCinta
Ada semangat lain kala Tuhan membiarkan jiwa - jiwa saling menyapa kesunyian. Di dalam hati ada gemercik rindu yang tak ingin tersudahi mengikat setiap otot dan urat - urat yang sedang bekerja tak kenal lelah. Namun tak lagi cerita tentang kamu yang kini mendiami relung fikir. Tak ada kamu, Tuan. Tak ada lagi yang harus kujadikan alasan disela aktivitas lainku. Tak ada lagi do'a terlantun yang membalutkan namamu bersama nama - nama lainnya di do'aku. Tak ada lagi kamu yang .gegabah agar dimasukkan ke dalam ritual terindahku itu.
Bahagialah bersama dia yang kau cinta. Biarlah sebuah masa dimana kita saling merasa telah terhapus oleh asa yang sudah patah, juga kedatangan wanita yang sedang kau puja.
Kau tahu perihal melupakan? Walau tanganku ingin menyusuri apa yang bisa ku temukan tentang kamu, namun hatiku tetap enggan untuk mencipta kepingan rasa kembali teringat masa lalu. Aku tak ingin hembusan nafas patah kembali mengusik telinga dan menusuk hati tanpa kusadari.
Aku fikir aku telah mati rasa, dengan semua keadaan yang tak dapat kurengkuh indah. Seperti nyanyian - nyanyian binatang malam dalam kegelapan. Mencoba menghibur diri sendiri meski lirih masih menghampiri. Seperti bulan yang tak di temani bintang - bintang. Ya cuaca sedang patah, sama dengan jiwa - jiwa penikmat alam yang tak bergerak karena menyadari ada yang salah pada diri.
Aku sadar bahwa semua cerita indah butuh proses. Tapi tak pernah ku khayal bahwa proses dari indah adalah patah pada dada sebelah kiri. Kau tau Tuan, degupan jantung yang dulu membabi buta kala bertemu kamu? Rasa itu tak pernah muncul lagi sepeninggal kamu. Entahlah... yang terpenting adalah aku ingin menyembuhkan luka ini. Entah dengan siapa aku bisa meminta bantuan untuk menjahit setiap rasa yang tak terwujud apik. Atau haruskah kusemaikan setiap rasa pada hati yang tiba - tiba muncul di depan pintu rumah? Seharusnya aku tak boleh jadi gila setelah kepergianmu. Semua tiba-tiba tak pernah terencana.
Sejenak tak pernah lagi aku berharap untuk bertemu wajah yang tak bisa termiliki. Ya, semoga kamu tidak hadir di pelupuk mata. Aku tidak membenci dirimu, tapi aku membenci kehadiranmu yang belum siap kuhadapi dengan dada yang masih terasa nyeri. Semoga pertemuan kita tak lagi pernah tercipta. Wajah yang kucandu dulu akan kubiasakan kembali jika raga menerima hadir tanpa disadari. Aku tak bisa menerimanya meski hati harus menerimanya. Menerima kehadiranmu yang harus ku anggap seperti pria lain yang kukenal tanpa rasa. Kuharap pesonamu tak dapat menyihir mata terindahku. Karena hati ini selalu tak punya rasa kala telinga dan mata mentransferkan berita jika hati dan ragamu telah termiliki oleh wanita lain, maka rasaku atasmu pun akan hilang seketika. Semoga saja, pertemuan kita kelak adalah pertemuan yang biasa saja. Aku telah berpesan pada jantung agar degupannya harus dijaga. Dan pada mata, agar segera memalingkan arah kala sosokmu seketika terekam pada setiap gerak bola mata.
Dari aku,
Seorang yang pernah menjadi pecandu hadirmu
Sungguh menawan kata-katanya :)
ReplyDeleteThanks ya :)
ReplyDelete