#30HariMenulisSuratCinta
Seperti biasa, aku selalu menuliskan surat-suratku kala fajar berusaha membubung membuat para penikmatnya seperti dikejar waktu dan tak henti menatap arloji di setiap pergelangan tangan. Apa kabar kamu? Dibeberapa saat yang lalu, aku mendapati diriku terdiam. Bingung, ingin ku tulis untuk siapa lagi suratku. Dan seketika, aku mengingatmu kala kuputar lagi lagu kepunyaan Bruno Mars-Just The Way You Are. Iya, oleh kamu yang pernah menyanyikannya 3 tahun silam di sebuah cafe. Kamu yang pernah turut andil pada sebuah malam Final Euro kala Spanyol kontra Italia yang pada akhirnya berhasil meloloskan negeri Matador itu. Negeri yang ingin kukunjungi setelah Mekkah, negeri yang pernah kuingin ketahui bahasanya karena kecintaanku pada David Villa dan para Timnas Spanyol lainnya.
Kamu, apa kabar? Disinilah ranahku untuk mengingat setiap orang yang tak secara langsung terekam baik oleh sepasang mata kecintaanku. Malam itu adalah Final Euro dimana para penikmat pertandingan sepak bola satu persatu mengabsenkan dirinya.
Selalu kubenarkan bahwa aku memang penikmat musik. Dengan seketika telinga dan mataku seakan terpanggil oleh sebuah lagu yang tak asing lagi. Lagu yang kuhafal mati karena sering kuputar di playlist mp3ku. Semua mata tertuju padamu kala itu. Bibirku pun seakan dengan sendirinya mengikuti setiap bait. Matamu entah mengapa menujuku. Aku fikir, karena hanya ada beberapa perempuan muda dan kebetulan saja hanya aku yang mengikutimu bernyanyi walau terdengar pelan. Dengan gerak refleks, dari jauh kamu mengarahkan microphone dimana posisiku terduduk. Seakan tak perduli lagi ada suara aneh yang tak mengharuskan microphonemu mengarah pada posisi tak tepat. Kamu tak bergeming, terus membiarkan microphone yang kamu pegang lekat - lekat itu harus bersinggungan dengan bunyi yang sedikit mengganggu.
Difikirku, mungkin kamu bahagia karena ada orang lain yang menikmati nyanyianmu. Alunan nada yang pas membuat semua anggota tubuh seakan bergerak mengakui bahwa musik telah menculik jiwaku kesebuah tempat dimana tak ada fikiran berat lain yang boleh mengikutinya. Guratan senyum tampak menghiasi parasmu yang kini telah kulupa. Hanya yang kuingat, badanmu tinggi hanya tak begitu tegap. Ya, terus dan terus arah matamu tak berhenti padaku diselah - selah kamu menyanyikan lagu itu. Para pemusik lain yang membantumu mengeluarkan alunan nada indah itu pun mengarah pada sosokku seolah ingin tahu mengapa vokalis mereka terlalu memaksakan diri membagi microphonenya penuh dari kejauhan. Tenang, aku bukan teman yang mungkin kalian kenal. Aku bukan wanita yang mungkin vokalis kalian cinta. Ya, aku hanyalah penjejak raga yang memastikan bahwa ada aku yang ingin mengabsenkan diri harus memastikan bagaimana permainan negeri idola setelah indonesiaku. Hanya ingin turut andil yang kebetulan saja tak ku tahu sebelumnya bahwa pemilik cafe ini akan mengundang pengisi acara yang bisa membuat kami terhibur sebelum acara utama disaksikan.
Hey, Kamu...
Maaf kutulis pula tentangmu. Hanya tersadar bahwa lama kita tak bertemu. Atau mungkin saja kita pernah bertemu namun wajahmu memang tak lagi terekam baik hingga tak dapat aku mengenalinya. Apa kabar? Aku selalu mengharapkan keadaan baik melingkupi kalian orang - orang yang pernah menemani detik di hariku. Aku selalu mengharap pada orang - orang yang tak kukenal baik itu bisa berbagi meja denganku yang dengan tak sengajanya pernah memerankan adegan baik di masa laluku. Mungkin sambil tertawa tak percaya bahwa dulu pernah saling bersinggungan, kita dapat menjadi teman akrab yang saling mendukung satu sama lain.
Kalau mungkin secara tak sengaja kamu membaca tulisanku, kuingatkan padamu bahwa pertemuan kita pernah tercipta di jalan Diponegoro di sebuah cafe. Kamu, semoga tetap sehat, berbahagialah, selalulah tak mengharap lebih atas orang yang kau cinta dan mungkin kelak adalah takdirmu. Seperti lagu yang pernah kau lantun dulu "Just the way you are". Hanya jadilah seperti apa adanya kamu, jangan mengikuti jaman yang sekarang tampak kacau dan seolah ingin kuasingkan para anak jaman yang masih mencari jati diri dengan terlalu ekspresif menyikapi hidupnya, terlalu drama yang membuat wajahku tertegun. Iya, hanya jadi kamu seperti biasanya yang dicintai dengan ikhlas sebab dicintai dengan karena-seperti-siapa kamu tak akan pernah indah untuk dijadikan sebuah pelabuhan sebuah hati.
Dari yang pernah kau bagi microphonemu dari kejauhan.
Comments
Post a Comment