Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2015

Sampai Akhirnya Kau Tidak Harus Tahu Bagaimana Caranya Aku Bersedih 

Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan.  Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja,  DIA Maha pembolak balik hati manusia.  3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana.  Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya.  Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas. 

Hadir Lagi

Dulu pernah ada wajah datar kala menatapmu, dan kamu mengurai  sedikit senyum malu dengan tingkahmu ke arahku. Hanya diam karena tak tahu siapa kamu, dan ternyata sudah lama kamu berada namun tak pernah mataku menjamah parasmu. Lagi - lagi, guratan senyummu kembali menghiasi tatapan tak sengajaku. Dan aku masih tak memperdulikan kehadiranmu. Masih belum sadar atas kamu yang sering tersenyum ringan kala wajah cuekku terpasang lekat. Saat suara riuh mengusik telinga dan ingin sekali mulut berkomentar, sedang kamu hanya terdiam santai. Sepertinya hadirmu menyadarkan mata. Bahwa kamu berbeda dari lainnya. Hanya mengikuti alur namun tak mengusik privacy masing - masing. Jatuh cinta itu lucu ya... Bisa juga membuat bodoh. Hanya memastikan aku tersenyum, tertawa, lalu kamu terus memandang seolah tahu apa yang aku tertawakan. Aku suka caramu perduli. Aku suka caramu mencintaiku tanpa perduli ada beberapa pasang mata lain yang asing dengan tatapan itu. Tapi percayalah.... Aku suka caramu me

Kamu dan Senjaku

[Cerpen] Aroma petrichor menghujam rongga hidung. Seakan terkalahkan dengan aroma coklat hangat yang tenang bersebelahan dengan dinding kaca di sebuah Cafe favoritku sejak 3 tahun lalu. Di tempat itu pulalah aku pernah bertemu dia, pria terindah yang pernah kumiliki raganya, hatinya. Ya, masih jelas teringat bagaimana caranya berkenalan, dan kemudian waktu membiarkan tawa kami saling beradu. Di luar sana, tampak seorang wanita kecil berkisar 4 tahun asik mengambil sampah - sampah yang berserakan. Memungutnya satu persatu dengan tangan mungilnya yang putih, lalu meletakkan ke tempat sampah yang berjarak sekitar 10 meter dari tempatnya terdiam. Gerimis terus menyapa tubuh kecilnya. Baju biru polkadotnya pun hampir basah sepenuhnya. Namun terlihat dari wajahnya bahwa ia sangat menikmati aktivitas sosialnya sore itu. Ibu dan Ayahnya menunggu sembari memegang sebuah handuk kecil berwarna biru. Entah apa yang ada pada fikir mereka. Namun terlihat bahwa mereka ingin melihat malaikat kecilny

Membiarkan Kamu

Pernah suatu ketika ada perasaan berbeda. Entah sayang atau sekadar mengagumi. Lalu menjelma menjadi candu. Namun lagi - lagi entah maksud candu yang seperti apa lagi. Seketika merasa bahwa dunia dan Tuhan berpihak sepenuhnya. Setelah kebahagiaan terkadang ada pelajaran. Pelajaran harus merelakan. Bukan menangis gila, hanya bersedih pada kebahagiaan yang tak lagi terajut apik. Kini, kembali pada masa di mana aku selalu berkata bahwa sendiri juga bisa bahagia. No men no cry, Single and happy. Dan kata - kata lain yang dapat menenangkan hati kala dewi Amore telah meninggalkan hati. Bahagia tak hanya datang dari seorang kekasih. Ada keluarga, teman, juga sahabat. Dan tak lupa, setelahnya aku terus mengaduh pada Tuhanku. Bercerita tak hanya tentang sedihku, tapi berterima kasih atas setiap pelajaran hidup. Masa kemarin? Biar ia terbang bersama angin dengan debu kecil setiap kesalahan. Biarkan ia terbang lebih tinggi dan tak lagi kuhiraukan akan berlabuh ke mana. Cukup mem