Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan. Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja, DIA Maha pembolak balik hati manusia. 3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana. Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya. Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas.
Pagi ini sama seperti biasanya, kegiatan selepas kuliah yang harus ku nikmati. Kuayun-ayunkan kedua kaki di bawah meja sambil jari jemariku dengan lancarnya menyentuh keyboard laptop. "Huhhh I need idea, God!!" gumamku lalu mengambil jedah sebentar dengan mata menatap ke langit - langit kamar. " Mama pergi dulu ya. Oh ya, ini ada paketan atas nama kamu. Mama letak di atas kasur" sambut mama yang kembali meninggalkanku sendirian di kamar bernuansa merah jambu tersebut. Mataku tak henti terus menuju ke arah bungkusan yang pagi sekali di hantarkan. Nuansa rumah begitu sepi, ayah yang baru saja pergi ke kantor beserta mama yang juga pergi dengan tujuan berbeda yaitu ke sebuah sekolah dimana ketika SD aku mengenyam pendidikan. Rumah tampak begitu senyap hingga tapak kakiku terdengar keras memenuhi ruangan kamar. Kujamah bungkusan yang tak begitu besar, ku bolak - balik serta ku buka perlahan sampul yang menutupi benda di dalamnya. Sebuah gamelan mini sebesar bola kasti