Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2019

Sampai Akhirnya Kau Tidak Harus Tahu Bagaimana Caranya Aku Bersedih 

Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan.  Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja,  DIA Maha pembolak balik hati manusia.  3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana.  Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya.  Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas. 

Tetaplah Hebat

Manusia seakan lupa bahwa pohon yang dihujam badai serta teriknya matahari  akan lebih kuat dari pada yang hidup di iklim yang baik-baik saja.  Semakin diterjang,  akarnya akan menjalar memegang bumi.  Ia masih ingin terus hidup,  tumbuh,  dan bermanfaat untuk orang lain. Ia tak mau menjadi rapuh karena itu akan sangat menyakitkan bahkan mampu terbunuh pelan-pelan.   Tak hanya hebat,  menjadi baik pun penting. Karena menjadi baik pasti akan terlihat hebat.  Karena menjadi baik akan menuntunmu pada waktu - waktu paling luar biasa.   Di sudut dinding cicak mengendap - endap menanti Sang santapan malamnya.  Demi mampu bertahan hidup ia bahkan tak melihat bahwa di bawah yang berjarak 2 jengkal ada kucing yang terus memantau pergerakannya.  Mereka saling memangsa.  Menggambarkan tubuh serasa paling berkuasa.  Sudut pandangnya tak lain hanya pada dirinya sendiri.  Merasa benar bahwa itu santapannya tanpa memperdulikan bahwa ia pun bisa menjadi santapan yang lain.  Tak seperti binata

Menjamah Rindu Sekejap

Ketika lelah bekerja saja kita bisa merebahkan tubuh ke kasur dan nangis sejadi - jadinya.  Sekuat - kuatnya manusia pasti tak jauh dari kata rapuh.  Obatnya ya itu tadi,  menangis.  Namun yang tak terbayangkan adalah ketika sudah lelah bekerja,  rindu pada ibu yang telah tiada pun malah ikut menyergap.  Ah...  Bayangkan saja bagaimana perasaannya.  Hancur.   Yang lebih hancur adalah ketika kita harus mengesampingkan perasaan itu demi menguatkan diri bahwa perjalanan hidup di depan akan lebih keras. Kadang sempat bertanya - tanya,  "Kenapa ibu diambil cepat oleh Allah? ",  "Kenapa ibu tak boleh menikmati bahagianya punya cucu yang keluar dari rahimku kelak? ". Masing banyak lagi " Kenapa - kenapa" Lainnya.  Tapi bukankah manusia harus tetap bersyukur?   Andaikan obat terbaikku ketika lelah dan putus asa belum pergi,  mungkin tak ada tangis yang sering tumpah semenjak 3 tahun kebelakang.  Mungkin aku yang sering menangis di kantor pun juga tak pern

JUM'AT

Entah kenapa aku selalu punya alasan mencintai hari Jum'at sejak di bangku Sekolah Dasar. Pulang sekolah cepat, upacara tiap pagi, hingga ketika masa kuliah tiba.. aku selalu menunggu kelas siang di hari jum'at semester 5. Tak diragukan lagi keberkahannya. Senyum saja berkah. Berkah untuk kita yang mungkin saja ada orang lain yang bahagia karena senyum dari kita. Berkah juga untuk orang lain karena mampu membahagiakan kita dengan senyum sederhananya... Sehari setelah hari Jum'at aku bertemu seseorang yang pernah kusukai diam-diam ketika masa di bangku kuliah di sebuah tempat perbelanjaan. Senyumku mekar tiba-tiba. Ada yang sudah bahagia dengan perempuan kecil digendongannya. Andai dulu aku tak takut dan sepemalu aku di masa itu, mungkin kami pernah berjabat tangan saling bertukar nama.  Tapi sayangnya dulu Tuhan hanya mengizinkan kami berdua saling memandang dari jarak - jarak terdekat. Tak ada yang berani memulai duluan... Tapi mungkin lebih baik begitu.