#GagasMedia
#TulisanLimaBelasMenit
#RabuMenulis
"Entahlah, aku fikir semuanya akan berakhir. Masa tinggalku dikota Surabaya telah usai. Papaku menyuruhku pulang ke Medan untuk meneruskan bisnisnya. Aku harap kamu mengerti mas" kutatap matanya lekat. Pria yang aksen jawanya tidak begitu kental karena terlalu sering bergaul denganku. Aku memang bukan suku batak seperti kebanyakan masyarakat yang tinggal di daerah sumatera utara ataupun seperti yang banyak masyarakat fikir bahwa setiap yang berasal dari sumatera utara pasti bisa berbahasa batak. Pria itu menggenggam tanganku sembari menggeserkan arah duduknya mengarah menjadi tepat di hadapku. Ada air mata yang tampak membasahi matanya walau tidak sempat jatuh. Perlahan kupalingkan wajahku karena tak ingin ada rasa sedih hingga membiarkan air mata yang tak ingin jatuh harus jatuh tanpa permisi.
" Sayang, apa yang salah dengan suku jawa? Apa terlihat hina? Apa sebegitu parah papamu membencinya?" Tanyanya dengan pasti hingga cengkraman tangannya semakin membuat tanganku memerah.
"Tidak ada yang salah dengan surabaya ataupun suku jawa sepertimu. Hanya ada kenangan pahitnya dahulu. Kau tahu, jika harus membenci suku jawa ayahku juga suku jawa sama sepertimu mas. Apa harus ia membencinya? Ia hanya belum lupa akan masa lau kala ayah dan ibunya meninggal kecelakaan di kota kelahirannya. Surabaya. Kenangan pahitnya masih belum bisa lepas dari ingatannya" jelasku lirih. Lalu lintas para pengayuh becak, hingga kendaraan berroda dua bahkan roda empat terus ramai melintas di Jembatan Merah Surabaya sore itu. Ada senja yang tampaknya ragu menampakkan cahaya jingganya, ada gerimis yang tiba-tiba saja datang tanpa diminta. Gerimis dan senja mengantarku pergi. Membiarkan raga selama 4 tahun menempuh pendidikan harus pergi dengan jejak patah pada seseorang lain. Seorang rekan yang entah mengapa baru saja mengakui perasaan sukanya selama 4 tahun. Katanya ia takut bahwa hubungan kami akan jauh kelak. Tapi setelah ia menyatakan perasaannya, malah hubungan ini harus benar-benar jauh. Tak ada yang pernah salah, pun yidak dengan waktu. Hanya akan ada keindahan atas sebuah kepatahan, hanya akan ada sayap-sayap cinta yang nantinya utuh dengan sempurna pada hati-hati lain. Tidak lagi seperti kisah perpisahan kita, di Jembatan Merah.
Comments
Post a Comment