#30HariMenulisSuratCinta
Malam itu adalah malam yang katanya malamnya anak muda yang anak jaman sekarang sebut satnite. Ya, di surat ini aku akan menceritakan dia. Bukan... bukan pacar. Karena lagi - lagi sudut kota kelahiran tercinta selalu menyimpan banyak cerita. Cerita gila yang tentunya aku dan kakakku urai. Kami berdua yang setiap kali di rasa para pengguna jalan lainnya kembar hingga karyawan SPBU tatap aneh setiap mengisi BBM. Mata mereka selalu bergantian arah tatap saat giliran kendaraanku mulai diisinya. Okey, di sini aku tidak akan bercerita tentang karyawan SPBU itu.
Sabtu malam itu kebetulan sedang ada festival anak band di salah satu cafe di kotaku. Entah dia sebagai salah satu finalis atau mungkin saja pengisi acara. Pria itu memakai kemeja denim yang beberapa jam kami pandangi dari sebuah meja panjang. Entah harus kusebut apa meja seperti itu. Yang jelas, penampilan anak - anak band di luar dinding kaca masih dapat kami tatap. Dan setiap lagunya tak henti membuat bibir berkomat - kamit di sambung kepala yang seperti kerasukan setan.
Aku suka musik. Mungkin harus ku perjelas, "kami" suka musik. Apalagi kalau ada acara live musik, aku bisa berlama - lama setia pada permainan musik yang mereka bawakan.
Pria yang tak kami tahu siapa namanya itu ternyata telah mencuri perhatian wanita di sampingku. Hanya... pria itu tak tahu bahwa ada beberapa pasang mata yang memperhatikan tingkahnya ketika dia selesai mengisi acara. Dia berjalan ke sana ke mari, mengabadikan wajah melalui lensa kamera beberapa photographer, dan senyumnya yang masih memikat wanita di samping kiriku. Sesaat, bassisnya pergi ke toilet. Wajah kami seakan tahu apa yang ada di fikiran.
" Dia kok gak masuk ya" kata wanita di sampingku.
"Ah, gak mungkin masuk" kataku sambil menatap layar ponselku sambil memberi pilihan - pilihan ide bagaimana bisa mengabadikan wajahnya. Beberapa puluh menit kemudian, pria berkemeja denim itu memasuki ruang bagian dalam cafe, berjalan santai dan mengarah ke toilet. Mata kami tertahan dengan mulut yang tiba - tiba terkunci. "Dia masuk!!!" Serentak kami berdua. Detik itu aku terus memberi pilihan kemungkinan. Bagaimana jika menyapa, atau to the point saja untuk mengajaknya berfoto. Wanita di sampingku masih ragu, aku pun bingung. Diam, memutar otak.
Namun tiba - tiba dia sudah keluar dari toilet. "Harus di beranikan" kataku dalam hati. Dia melintas di hadap kami.
"Bang....." panggilan pertama tak terdengar atau mungkin dia dengar tapi takut keGRan kalau ada yang memanggilnya. "Bang..." panggilan ke dua dia melihat. Mencoba memastikan dan memang benar telinganya tidak salah dengar.
"Iya..." sambungnya ke arahku. Gila... aku speechless, bingung mencari kata apa lagi.
"Mmmmm... boleh foto bareng?" Duarrr akhirnya kata - kata yang sedari tadi di bahas keluar juga. Dia membolehkan pintaku.
"Ihhh tadi bagus banget loh penampilannya. Apa tadi nama bandnya?" Tanpa perlu aba - aba wanita di sampingku langsung menyambung perkataanku. Padahal beberapa menit di pilihan yang kuberikan dia malu kalau ingin foto berdua. For your information, aku adalah seorang wanita dengan tingkat jaim paling tinggi. Untuk urusan seperti ini ya baru saat itu. Seketika urat malu hilang, mungkin saja tersihir oleh mata sipitnya *oke lupakan mata sipit*
Wanita di sampingku pun langsung memberikan handphonenya padaku minta di fotokan. Padahal sebelumnya aku sedang mencari orang lain untuk memfotokan kami bertiga. Tapi yasudahlah, harus jadi tukang foto pada awalnya. Bak ibu muda yang sedang menyidam, aku pun menurutinya. Jujur, kamu... tanganku gemetaran saat memfoto kamu. What the..... *garuk-garuk kepala*
Usai sudah sesi foto dengannya. Aku sekali foto dan wanita di sampingku 2 kali foto *haha pake di bahas*. Kami berterima kasih dan pria itu senyum seketika. Wanita di sampingku menyalaminya *jangan tanya aku* ya, aku... tidak. Pria itu berlalu, meninggalkan kami mungkin saja dengan ribuan rasa keanehan atau mungkin rasa bangganya dia. Dan setelahnya baru ingat, tidak menanyakan namanya. Pemilik cafe tampak memasuki beberapa kursi di bagian luar, membersihkan meja, mengangkat piring, gelas, atau apapun pernak - pernik yang ada di meja. Beberapa lampu mulai di padamkan. Pengunjung di dalam cafe pun sudah berpulangan, hanya sisa dua orang bapak tua yang melanjutkan sisa - sisa kemudaannya untuk bercerita di sebuah cafe, 2 model dan ajudannya *presiden kali ah* juga beberapa anak - anak bak photographer handal yang sedari tadi menjadikan kami object fotonya *mana foto candidnya mana(nagih)*.
Kami pun memutuskan untuk pulang dan berlalu di hadapan pria berkemeja denim itu tanpa menyapa *sok ok ceritanya*. Oh ya, kamu..... Ada yang mengagumi senyummu. Katanya "I like your smile", apa kabar? Hebat ya kita, sejak pertemuan di 26 april 2014 itu kita tak pernah lagi di pertemukan Tuhan hingga sekarang *padahal satu kota*. Yuk kapan - kapan reunian wajah? Atau kali ini janjian untuk berbagi cerita sambil menikmati Dinosaurus cocho di cafe kita bertemu pertama kali. Atau kalau mau, akan ku bagi dengan ikhlas foto kita *kemudian ditolak* hehehe. Semoga sehat selalu ya. Kalau kamu batuk - batuk di sana entah di mana, berarti aku sukses membuatmu mengingat bahwa sedang ada orang lain yang menceritakanmu *kata orang sih gitu*. Mau disertai foto kita yang waktu itu sih, cuma malu. Tepatnya, di meja itu aku duduk. Meja bagian panjang di bagian tengah yang entah disebut apa. Semoga kamu baca surat ini ya, tapi gak mungkin. Yasudah, semoga kamu belum menikah ya *eh, kaburrrrr*.
I owe this picture, here
http:// https://mobile.twitter.com/ogylvy/status/391085220817944576?p=v
Comments
Post a Comment