#30HariMenulisSuratCinta
Kepada hujan,
Ada beberapa artikel telah ku baca bahwa aroma hujan atau yang lebih sering disebut sebagai petrichor berperan besar akan masa lalu. Mungkin bukan tertuju hanya padaku saja. Kau, begitu hebat memasukkan kembali semua ingatan yang telah dijanji tak ingin disimpul di sistem syaraf.
Kepada Hujan,
Jujur aku sering terduduk sepi menatapmu tanpa sepatah kata. Hanya bola mata yang didapati bergerak mengarah ke sekeliling. Kau, banyak yang penuh harap menunggu namun tak jarang banyak pula yang tak menginginkanmu terus - terusan berkabar sapa pada semesta.
Kepada Hujan,
Ada banyak cerita kulalui dengan kau layaknya seorang teman yang tak ingin berhenti menemani. Entah itu harus merasa bahagia atau pilu. Sebab kau, sering datang tak tepat waktu.
Kepada Hujan,
Dulu ada seorang Tuan pernah menunggu lama atas diriku karena tanggung jawabnya sebagai seorang Ayah yang harus tepat waktu menjeputku sekolah. Tuan itu rela berteman pakaian basah yang melekat ditubuhnya serta gigil yang tak henti menggetarkan tubuh.
Kepada Hujan,
Seorang Puan juga pernah melindungi tubuh mungilku di beberapa belas tahun yang lalu. Merelakan tubuhnya saja yang basah namun jangan untukku. Begitulah sebuah perjuangan setiap insan yang mencintai dengan sepenuh hati.
Kepada Hujan,
Aku juga pernah menerimamu dengan tulus karena ingin sesekali aku bermain bersamamu. Tak peduli ada gigil, tak peduli pakaian yang tak lagi kering, tak peduli bagaimana setelahnya saat hujan perlahan mengucap selamat tinggal.
Kepada Hujan,
Aku juga menyukaimu, aromamu, walaupun terkadang harus kurelakan beberapa bagian ingatan masa lalu menghampiri menit sepiku.
Kepada Hujan,
Jika boleh aku meminta, tolong datanglah tepat waktu. Tapi kembali sebuah maaf kuhatur, harus kusadari bahwa penciptamulah yang berhak mengatur.
Dari aku,
Penikmat petrichor
Photo by: Alexander Thian a.k.a @aMrazing
Comments
Post a Comment