" Ayo Ma, sini.... cepetan. Dea udah gak sabar" seru dea yang tampak bersemangat sembari menarik - narik jaket ibunya. Ayahnya hanya terdiam menyetir sambil mengecek arlojinya. Sore itu, keluarga kecilnya akan berencana mengunjungi satu festival balon gas yang kebetulan saja diadakan di daerah mereka. Hanya menempuh waktu 45 menit untuk tiba di sana.
"Sayang, sepertinya badan kamu panas. Kamu sedang sakit. Bagaimana kalau kita pulang saja?" Ajak ibunya dengan raut wajah panik.
" Kenapa ma? Dea sakit? Yasudah kita putar balik saja ya?" Ayahnya pun mengikuti seruan istri tercintanya yang juga tampak tak sehat sore itu. Wajahnya juga pucat sejak mereka akan berangkat. Sang pria paling tampan di keluarga kecil mereka itu pun semakin khawatir akan kesehatan orang - orang yang di cintainya.
"Dea gak apa - apa ma, pa. Katanya papa janji mau ngajak Dea naik balon udara? Katanya papa bahagia kalau melihat dea bahagia, katanya papa gak akan me....."
" Iya sayang... kita lanjutin ya" ucap sang Ayah membuat bibir mungil malaikat kecilnya berhenti. Ia pun menatap istrinya dengan menganggukkan kepalanya pelan menandakan bahwa semuanya akan baik - baik saja.
Mobilpun melaju cepat, hanya beberapa menit akhirnya sang pria tampan mereka mematikan mesin mobil. "Ayo paaa..." lagi - lagi sang anak menarik jari - jari ayahnya. Sesaat kemudian gadis cilik mereka terduduk. Tangan kirinya berusaha memegang pohon besar yang ada di sebelahnya. Orang tuanya seketika panik. Ayahnya dengan sigap merangkul sang malaikat kecil, sambil tangan kanannya memegang ponsel berusaha menelpon Dokter pribadi mereka.
"Paa, Maaa, dea gak mau pulang. Dea ingin naik balon udara itu."
"Sayang, kamu harus ke Rumah Sakit sekarang. Mama gak mau kamu kenapa - kenapa sayang"
" Jangan menangis" bisik suami tercintanya sedikit menenangkan.
Panggilan atas nama Tuan Edward pun terdengar. Tampaknya giliran mereka sekarang untuk menaiki balon udara, namun penyakit sang anak tampak memuncak sore itu. Ya, malaikat kecil yang berusia 7 tahun itu mengidap kanker tulang belakang stadium akhir. Sepertinya penyakit yang melekat kuat tak ingin menyudahi perjalanannya. Gadis cantik itu pun menutup mata dan seketika lenyaplah sudah impian terakhir sang gadis kecil untuk menaiki balon udara. Keinginan terakhir yang tak bisa pula dipersembahkan. Entah kenapa sebuah perpisahan tak bisa untuk di tahan. Bak perampok yang menjambret semua angan. Terlalu cepat tanpa perduli ada jiwa - jiwa lain yang menangis pilu. Terkadang tak ada yang tau akhir dari hidup. Ada yang datang dan tak ingin pergi walau telah diminta, dan ada pula yang datang cepat lalu kemudian harus pergi dengan cepat tanpa diminta. Senja seakan memberikan cerita sedihnya sore itu. Ada tangis dibalik cahaya indah, ada yang pergi dibalik tawa menghias malam, ada yang berduka dibalik tawa bahagia mengalun di sebuah balon udara.
Comments
Post a Comment