Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan. Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja, DIA Maha pembolak balik hati manusia. 3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana. Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya. Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas.
#30HariKotakuBercerita
Ada
yang beda nih??? Hehehehe…….*openingnya gitu amat yakkk*
Sebenarnya
medan dan kisaran itu memiliki persamaan yang kental. Hal yang unik adalah
dapat teman rasakan jika bertemu dengan orang sumatera dalam tatanan bahasa
serta logatnya. Selain volume suara yang terkadang tak terkendali,ada juga
logat “aku” “kau” yang terdengar kasar jika di dengar oleh anak yang bukan
berasal dari sumatera. Malahan karena sering mengucapkan kata “kau” lama
kelamaan anda akan mendengan bukan “kau” lagi katanya yang terucap, tapi “ko”.
Contohnya “Mau kemana ko?”. Dalam tatanan bahasa yang lainnya juga tidak kalah mengherankan. Kalau misalkan teman – teman berkunjung ke kisaran lalu anda bertanya:
Contohnya “Mau kemana ko?”. Dalam tatanan bahasa yang lainnya juga tidak kalah mengherankan. Kalau misalkan teman – teman berkunjung ke kisaran lalu anda bertanya:
Q: “Tadi datang kesini naek apa?”
A: “ Naek Kereta”
Padahal
jalan yang dituju hanya berkisar 5 menit saja. Pasti anda akan bingung….
Memangnya ada kereta yang beroperasi dengan jarak sedekat itu? Nah, sebenarnya kereta
yang dimaksud adalah “sepeda motor” sedangkan ada beberapa (terutama orang tua)
selalu menyebut Kereta Api dengan sebutan “trem”. Masyarakat di sini terbiasa
dengan menyebutnya “kereta” dari pada “motor”. Malah kalau motor(montor) adalah
truk. Selain itu jika teman – teman biasanya membeli sayur mayur di pasar, kami
menyebutnya “pajak”. Sedangkan pasar sendiri adalah maksud untuk jalan lintas.
Maka jangan bingung jika ada orang tua yang mengatakan kepada anak kecilnya
untu tidak bermain – main di pasar karena maksud mereka adalah tidak boleh
bermain di jalan.
Contoh lainnya adalah “kali”, kami terbiasa mengeluarkan kata “kali” untuk kata “sekali” padahal untuk teman – teman di luar sumatera mengartikan bahwa “kali” itu adalah “sungai”. Dan kata “sungai” kami ucapkan dengan “sunge”, “minyak lampu” sebenarnya adalah “minyak tanah”, “balek” sendiri yaitu “pulang”, “mamak” adalah sebutan khas anak sumatera yang berarti“mama/ibu”, “bawak” itu adalah “bawa”, “can” adalah “peluang”, “dibilangi” itu sama dengan“diberi tahu”, “ecek – ecek” adalah “pura – pura”, “eksen” maksudnya adalah “gaya”, “entup” itu “sengat”, “galon” adalah sebutan untuk “SPBU”, “kek” adalah “kayak”, “melalak” berarti “keluyuran”, “nceng” berarti “selesai”, “pening” maksudnya “pusing”, “stif” (yang ternyata berasal dari bahasa Belanda yaitu “stief” adalah penghapus, “tecampak” adalah “terlempar”, “wayar” sama dengan “kabel”, “tepar” adalah “tidur” (sudah terlalu lelah), “soor” adalah “suka, senang(naksir)" . Ada juga singkatan yang hanya anak sumatera utara aja yang tahu. Kalau anda dengar ada anak sumatera utara yang menyebut “THH” pada kenyataannya yang mereka maksud adalah “Tah Hapa Hapa (entah apa – apa)” yaitu maksudnya “ada – ada aja” dan juga “Caper” kepanjangannya adalah “Cari perhatian”. Terus nih ya kalau ada anak kisaran yang gayanya manja, kami biasanya menyebutnya dengan “Mengkek”.
Contoh lainnya adalah “kali”, kami terbiasa mengeluarkan kata “kali” untuk kata “sekali” padahal untuk teman – teman di luar sumatera mengartikan bahwa “kali” itu adalah “sungai”. Dan kata “sungai” kami ucapkan dengan “sunge”, “minyak lampu” sebenarnya adalah “minyak tanah”, “balek” sendiri yaitu “pulang”, “mamak” adalah sebutan khas anak sumatera yang berarti“mama/ibu”, “bawak” itu adalah “bawa”, “can” adalah “peluang”, “dibilangi” itu sama dengan“diberi tahu”, “ecek – ecek” adalah “pura – pura”, “eksen” maksudnya adalah “gaya”, “entup” itu “sengat”, “galon” adalah sebutan untuk “SPBU”, “kek” adalah “kayak”, “melalak” berarti “keluyuran”, “nceng” berarti “selesai”, “pening” maksudnya “pusing”, “stif” (yang ternyata berasal dari bahasa Belanda yaitu “stief” adalah penghapus, “tecampak” adalah “terlempar”, “wayar” sama dengan “kabel”, “tepar” adalah “tidur” (sudah terlalu lelah), “soor” adalah “suka, senang(naksir)" . Ada juga singkatan yang hanya anak sumatera utara aja yang tahu. Kalau anda dengar ada anak sumatera utara yang menyebut “THH” pada kenyataannya yang mereka maksud adalah “Tah Hapa Hapa (entah apa – apa)” yaitu maksudnya “ada – ada aja” dan juga “Caper” kepanjangannya adalah “Cari perhatian”. Terus nih ya kalau ada anak kisaran yang gayanya manja, kami biasanya menyebutnya dengan “Mengkek”.
Contoh:
“Mengkek kali ko (Manja sekali kamu)
Lihat sendiri kan jika
kalimat tersebut diucapkan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar pasti
tidak terdengar kasar. Ya itu, kami sebenarnya tak bermaksud untuk berbicara/berlogat
kasar. Namun tatanan bahasa kami yang memang begitu adanya jadi terdengar
kasar. Jadi jangan judge dulu anak sumatera utara (termasuk kisaran) dalam
berbicara ya. Sebenarnya hati kami mah “Hello Kitty” muehehehe. Tapi ingat ya kalau nama “Kisaran” terdengar,
kisaran bukan maksud “kisaran harga” muehehehe tapi ada juga nama kota dengan
nama kisaran. Setidaknya banyak orang tahu kalau “kisaran” adalah sebuah kota
kecil dengan perjalanan kurang lebih 4 jam dari kota medan. Nah itu tadi baru
sebagian bahasa yang sering kami ucap sehari – hari loh, aslinya masih banyak
sekali. Just remember, kita harus bangga dengan bahasa asal kita karena dari
bahasa tersebutlah pada akhirnya kita bisa tahu asal daerah masing – masing
orang. Seperti “kagak”nya betawi, “henteu”nya jawa barat, “indak”nya padang,
“ora”nya jawa, dan lainnya. Walaupun berbeda justru di situlah keunikannya, kan
kita Bhineka Tunggal Ika……
Comments
Post a Comment