Lipatan kertas menjadi pemandangan biasa siang itu. Beberapa mahasiswa mulai mengeluarkan kertas, melipatnya lebih tebal dan mulai mengibaskannya. Seakan kibasan mereka dan seorang dosen yang berada di depannya saling bersahutan. Maklum, penyejuk ruangan tak mendukung sistem belajar mengajar di ruangan sempit itu. Sekitar 40 mahasiswa masih asik dengan cerita mereka yang bermula dari ujung koridor sebelum masuk kelas. Dan untungnya aku duduk di dekat pintu kelas yang semilir anginnya langsung menyapaku. Tampak 5 orang mahasiswa sedang memindah bangku ke depan kelas untuk melaksanakan jadwal presentasenya. Seorang wanita berdiri di hadapku dengan wajah bingung.
" Boleh pinjam tempat duduknya?"
"Oh, bo..boleh" aku berpindah tempat dari posisi terbaik dan mengarah ke tempat duduk kosong berada di bagian paling belakang.
" Hahaha hari ini si Senja berjiwa besar. Merelakan tempat duduknya untuk orang lain".
" Nah, liat kan. Tempat duduk aja harus di relain di ambil orang lain. Gimana hati coba?" Candaku disertai gelak tawa pelan.
Alenia menjadi topik pembahasan mata kuliah bahasa Indonesia, mata kuliah terakhir di semester terakhir.
" Keren ya kalo punya anak, di kasih nama Alenia" sambungku.
" Iya. Jarang ada yang punya" jawab seorang teman yang duduk bersebelahan denganku.
" Terus nanti, nama panggilannya apa ja?" Sambung seorang teman lagi yang mendengar pembicaraan kami.
" Alen, lebih bagus".
Kala itu sebuah memory muncul kembali mengusik fikir. Sesosok pria berbadan tinggi, tegap, berkaca mata yang menutupi mata sipitnya melintas pelan bermain - main dalam ingatan. Sama denganku, ia juga suka menulis. Jika senja selalu mewarnai tulisanku, maka pantailah yang menghiasi tulisannya. Sebuah perpaduan yang indah jika melibat senja dan menikmatinya di bibir pantai.
" Tak pernah terbayang jika 2 anak manusia dengan hobby menulisnya yang sama di persatukan"
" Jika harus di lukis, maka itu akan menjadi karya yang indah, kamu dan pantaimu. Sedang aku dan senjaku".
" Pasti hari - hari kita tak akan biasa. Selalu saling menghujam dengan kata - kata indah. Rangkaian abjad yang menjadikan aku dan kamu tak akan pernah ada habisnya"
" Dan rumah kita, akan berlumuran rayuan merdu yang melapis setiap dinding. Menguatkan cinta kita, menebal iman dengan kamu sebagai imamku dan aku makmumnya."
" Hanya kita berdua??"
" Tidak. Kelak akan ada malaikat kecil yang siap bertanya akan ketidak tahuannya tentang hidup yang mengusik hari - harimu sebagai Ayahnya. Dan hari itu akan ku tunggu". Tangannya mengelus bahuku, mendaratkan kecupannya di dahiku dan melembutkan Aminnya membisik telingaku.
Namun bukan hidup jika rencana harus berakhir sempurna. Tepat 4 bulan lalu, aku dan dia yang ku harap adalah imam yang menuntun hidupku kelak akhirnya menyerah dengan sebuah cerita cinta. Long distance relationship terkadang turut andil. Tak banyak yang bertahan indah. Namun bukan berarti tak ada yang berakhir bahagia hingga ke kursi pernikahan. Hanya berterima kasih bahwa pernah ada dia yang di lantunan doanya menghatur namaku, mengharap hadirku, pernah menjagaku, serta menghidupkan aku di sisinya.
(Terinspirasi oleh gaya tulisannya faizal reza (monstreza) di blognya)
Comments
Post a Comment