Bagian paling tersedih adalah ketika kau menahan tangismu dalam sebuah tawa. Ketika kau mengharap hujan ikut andil pada tangismu agar wajahmu yang penuh senduh tertutupi oleh air yang menari indah dikolong langit. Ada rasa nyeri seketika pada sebuah kenyataan bahwa rencana tak harus terjadi serapi lukisan Tuhan pada makhluk-Nya. Berjalan cepat layaknya roller coaster yang hampir menghentikan jantung dan membuat panca indra tak lagi merasa.
Bagian paling tersedih adalah ketika Tuhan memberi jarak 1 meter pada seseorang kecintaanmu yang menyadarkan bahwa mencintai tak berarti memiliki. Seakan dunia belum mengizinkan kau bahagia. Dan biarlah dinding menjadi saksi bisu pertemuan terindah yang jarang kau dapati.
Bagian paling tersedih adalah ketika hentakan kaki menuruni anak tangga. Seolah langkahnya dan langkahmu berbicara saling bersahutan. Bahwa pernah ada mahakarya terindah dari balik punggungnya yang terus kau tatap tajam dengan langkah masih terus saling bersahutan.
Bagian paling tersedih adalah saat tatapan mata saling beradu layaknya ada bagian yang memisahkan jarak kita. Hanya saling berbicara pada mata indahmu. Kau tahu, pernah ada rasa bahagia yang kau bagi padaku saat itu. Entah sama sepertiku atau rasa lain yang kau hatur dalam hati.
Bagian paling tersedih adalah saat aku menyukai diam kita. Saling menyapa dalam sepi, saling tersenyum di memory masing-masing. Bagian yang pada akhirnya tak ada kejelasan hingga waktu membiarkan masa kita berlalu pada sebuah perpisahan.
Bagian paling tersedih adalah ketika namamu pernah ku lantun merdu pada doaku. Kujabat erat setiap abjadnya merubah bentuk lidah yang tiada lelah menghatur pada-Nya.
Bagian paling tersedih adalah ketika kuselipkan tatapanku dari balik jendela. Sekadar ingin tahu sedang apa dirimu.
Bagian paling tersedih adalah ketika aku melihat sosokmu dari dalam kelas tepat bersebelahan dengan jendela. Kita saling menatap, mencuri pandang, dan pada akhirnya memang kita di takdirkan hanya untuk saling memandang.
Bagian paling tersedih adalah ketika keluhanmu tak pernah bisa ku lembutkan dengan senyuman atau sebuah kata penenang. Hanya terdiam, dan telingaku lah yang menjadi saksi setia dari dunia mu.
Bagian paling tersedih adalah saat kita sama - sama mengetahui bahwa ada rasa berbeda pada hati, namun kita sama - sama tak saling memperjuangkannya. Hanya meyakinkan bahwa setiap hati akan baik - baik saja. Bahwa tak akan pernah ada plaster yang menutup lukanya.
Bagian tersedih ini biarlah kubingkai rapi pada tulisan yang mengingatkanku bahwa pernah ada kita yang berbicara dalam diam. Bahwa pernah ada senyum tulus yang kuukir di bibirku ketika tatapanmu kau hilangkan menuju anak tangga. Kuharap, kenyataan terburuk yang ku tahu adalah bagian paling sedih terakhir yang membuat angan serta fikir tak lagi merekam sosokmu. Tapi biarlah senja tetap cerah dan mempesona walau aku tahu pernah ada banyak cerita indah saat senja mengulur cahaya keemasan yang mengarsir kanvas putih kepunyaan Tuhan yang selalu ku nikmati tanpa bayar. Dan, terima kasih telah menjadi bagian tersedih di hidupku. Biarlah kalimat ambigu di tulisan ini yang sebenarnya adalah inisial namamu hanya aku yang tahu. Biarlah bagian tersedih ini bisa menjadikan senyum terurai ketika aku ingin mengingat lagi akan sosokmu.
(Selamat Hari Blogger Nasional)
★ 27 Oktober ★
Comments
Post a Comment