Hey waktu, harus berapa lama lagi aku meninggalkan penantian dari menunggu??
(Waktu tak pernah menjawabnya, dan tetap membiarkan aku bermain lebih lama dengannya)
Waktu, bisakah hidup tak hanya saling sekadar mengenal? Aku lelah berdiam sendiri.
(Waktu telah mengenalkanku akan hidup dan membiarkanku menyicip setiap nikmat-Nya)
Waktu, aku benci harapan kosong!!
(Waktu memang tak diam, namun ia menyadarkan bahwa harapan kosong adalah pembelajaran untuk lebih berhati - hati)
Waktu, haruskah kenangan menjadi penghambat masa depanku?? Aku butuh berpindah rasa.
(Waktu seakan membiarkan kenangan muncul sebagai cerita klasik bahwa pernah ada aku yang terjatuh, tersesat, lalu mencoba bangkit)
Waktu, terlalu tinggikah mimpiku. Apa harus aku merendahkannya bahkan membiarkannya jatuh berserakan?
(Waktu kemudian menunjukkan, bahwa ada saat dimana kesuksesan penuh ujian. Termasuk cibiran pembencimu)
Waktu, haruskah doaku berujung piluh??
(Waktu memekikkan batinku, seolah mengatakan "apa doamu mengharap upah? Berdoalah setulus mungkin karena Tuhan tau yang terbaik)
Waktu, aku tak ingin mengubur imajinasi ini.
(Waktu seolah tersenyum, membiarkan pikirku harus tersadar penuh bahwa ada harga dibalik usaha nantinya)
Dan waktu, bisakah aku menyelamatkan hati ini... selalu?
(Dan waktu masih tersenyum, sudah sejak lama kau terus menyelamatkan hati hingga tak terlihat keras sayatannya. Tetap selamatkan hati, namun jangan pernah menutupnya erat. Ijinkan ia bernafas)
Comments
Post a Comment