Perempuan itu menamparku. Ia menarik tangan kiri halusnya yang sedari tadi kupegang. Berusaha tak ingin melepasnya namun ada baiknya aku mengalah.
"Kamu enggak pernah tahu Gil!!!" Wanita tepat berjarak 1 meter di hadapku itu memberontak.
"Aku tahu Sya. Aku sangat mengetahuinya. Kamu ingin aku menikahimu kan? Tapi tunggu sya. Sebentar aja."
"Sebentar??? Maksudnya? Oh... sebentar lagi kamu pasti akan ninggalin aku. Gitu? Terus pergi dengan cinta pertamamu itu. Iya kan Gil???" Syakilla meletakkan cincin yang pernah kulingkarkan sebulan lalu di jari manisnya. Bahkan emosi tak terkontrolnya hampir saja membuat emosiku pun tersulut. Katanya mencintai itu saling percaya. Seperti yang di agung - agungkan oleh banyak orang, mencintalah seperti kau lupa caranya membenci. Kurasa, kata - kata yang pernah keluar juga dari mulut Syakilla seperti itu pun tak lagi diingatnya. Amarahnya begitu kuat saat ini.
•••••
Diseberang sana seorang wanita dengan mobil merahnya sedang menungguku. Sebab kami sudah atur pertemuan sebelumnya. Tidak di restaurant, mall, atau taman. Kuperiksa saku kemejaku. "Masih ada" kataku pelan. Cincin yang dikembalikan Syakilla masih bersemayam tenang di dalam saku berwarna biru mudaku. Kubuka pintu mobil, pengemudi mobil itu tak asing bagiku. Seorang wanita yang sangat kukenal, yang dicemburui oleh Syakilla, yang bahkan telah membuat ketidak percayaan Syakilla atasku muncul.
"Ini" wanita itu mengulurkan tangan dan membuka genggamannya. Ternyata ia mengembalikan sapu tangan bergradasi merah-hitam yang kupinjamkan olehnya kemarin. Ketika ia sangat membutuhkannya daripada aku.
"Terima kasih. Aku berjanji, tidak akan merepotkan kamu lagi" serunya seraya mengeluarkan dua jari tanda damai menghiasi pandanganku. Senyumnya, masih sejuk. Masih sama seperti 3 tahun lalu ketika kupastikan bahwa saat itu Ia adalah cinta pertamaku. Walau cinta pertama memang susah dilupakan, namun bukan berarti tidak bisa bukan? Cinta pertama adalah pengingat atas perjuangan dan rasa pertama yang pernah mendebarkan hati. Seharusnya jika berjanji untuk tak berhubungan sedekat dulu, setiap orang dapat melupakannya. Salah jika mereka sebut adalah penghalang bagi masa depan. Aku tak berpikir seperti itu. Sama sekali.
"Gilang, terima kasih banyak untuk kemarin. Lagi - lagi ketika tubuhku melemah dan hidungku mengeluarkan darah segar, kamu selalu ada di sisiku. Aku selalu berpikir bahwa itu adalah konspirasi alam. Waktu juga turut andil. Tapi aku tak pernah berpikir bahwa kita berjodoh walaupun kehadiranmu selalu tepat waktu." Wanita itu membenahkan duduknya sambil mengarah padaku yang duduk di sampingnya.
"Seperti katamu bahwa aku adalah cinta pertamamu. Itu sebelum kamu mengenal betul tentangku kan? Tapi setelah hampir 1 tahun kita menjalin kasih, akhirnya kamu mulai menyadari bahwa aku bukan cinta sejatimu. Benar kan?"
"Mmmm sudahlah jangan bahas itu. Aku merasa bersalah juga padamu, Ellen. Oh ya, bagaimana dengan Gio?" Alihku ingin mengakhiri topik tentang kami.
"Aku sudah memutuskannya. Seperti katamu lagi, jika tak ada rasa cinta di salah satu hati antara 2 insan... maka jangan diteruskan hubungan itu. Sebab kita boleh menyakiti hati lainnya. Aku tidak mencintainya. Mungkin karena mimpi yang ingin kuwujudkan begitu besar, yang ada diotakku hanya bagaimana caranya aku bisa menggapainya dan membuat anganku menjadi nyata. Ambisiku terlalu tinggi hingga melewatkan pria sebaik kamu. Dan mungkin juga Gio. Gil... once again, thank you. Jeongmal kamsahamnida" tambahnya lagi dengan bahasa korea ala kadarnya. Seketika Ellen membuat bibirku yang mulai kaku sejak memasuki mobil miliknya akhirnya mencair dan tak tegang. Dan detik selanjutnya aku menarik syaraf di sekitar bibirku melebar, karena bahasa asing sederhananya yang membuat percakapan kami tak lagi serius. Bahasa asing sederhana dari seorang wanita pecinta drama dan budaya Korea yang malah ingin menetap di Spanyol. Sungguh aneh. Ia memang penuh ambisi. Terbukti hingga detik ini telingaku merekam baik apa yang baru saja dihaturkannya. Ambisi untuk menata dan menikmati hidup barunya di negeri matador.
"Nanti, kalau aku berkunjung ke Spanyol.... jangan lupa traktir aku nonton pertandingan FCBarcelona di Camp Nou ya? Jadi kamu harus menabung. Kan ticket masuknya sangat mahal" ujarku sambil tertawa memecah keheningan yang mulai terkikis. Wanita di hadapku itu memang cinta pertamaku, tapi takdir tetap takdir. Tak ada yang bisa menampik kuasa Tuhan. Sampai detik aku bertemu dengan Ellen pun hatiku masih memilih Syakilla dari pada Ellen yang pernah kupatri dipikiran adalah cinta pertamaku beberapa tahun lalu.
Lika liku percintaan itu aneh. Sulit ditebak. Atau mungkin itu karena tanpa sepengetahuan kita, logika menjadi tak berfungsi hingga membuat sang pemilik diri terlihat bodoh. Bahkan tak jarang banyak yang terus menunggu walau ia tahu bahwa cintanya tak terbalas. Mencintai seseorang yang tak mencintai kita? Bukankah kita telah egois hingga membiarkan hati lain yang mencintai kita sebegitu tulus terus menunggu? Dan tak pernah tahu entah berapa banyak air mata yang menemaninya kala malam mulai menghasil sepi. Dan masih, yang aku pertahankan adalah Syakilla. Wanita yang tak henti mendo'akanku di sujudnya, wanita yang sangat kecewa padaku kala aku memeluk Ellen beberapa saat lalu. Sebenarnya tak ada maksud lain. Hanya ingin menenangkan hati Ellen yang kalut atas sikap keluarga yang tak mendukung impiannya. Hingga darah segar harus mengalir dari hidungnya setiap tertekan dan mengalami stres. Dan selalu-seperti biasanya, kejadian seperti itu tak pernah diketahui oleh keluarganya. Hanya aku yang tahu.
•••••
"Ada yang salah?" Tanyaku pada wanita yang sedang mengotak atik arloji mirip seperti kepunyaanku. Syakilla mengalihkan pandangnya, mata kami pun saling bertemu. Dibalik sorot sepasang mata indahnya, aku tahu masih ada rasa kesal yang belum bebas. Syakilla mendekatkan tubuhnya dengan arah pandang masih tak lepas dari dua buah bola mataku. Tatapannya berubah sendu. 10 detik tanpa percakapan. Mungkin masing - masing hati saling menata kata, atau masih mengatur jalan nafas yang masih berantakan.
"Iya. Ada yang salah. Pria yang dulu berjanji tak akan membiarkan detik berlalu dengan menyebalkan ternyata telah mengingkarinya" ucapnya pelan.
"Aku tahu bahkan menyadari bahwa do'amu untukku begitu tulus. Dan aku pun yakin, jika kita berdoa dengan tulus maka tak perlu ragu atas kuasa Tuhan." Sambungku lalu mengambil langkah, saling mendekatkan tubuh dan melingkarkan tanganku di pinggangnya.
"Aku hanya mau kamu. Masih terus menginginkanmu, Syakilla Arditha Segara" sambungku.
Kurogoh saku celana lalu kusematkan kembali cincin lamaran pada wanita kecintaanku yang pernah mengembalikan benda yang berarti untuknya itu. Matanya berbinar sesaat, bibirnya tak lagi seperti membentuk emotikon titik dua dengan kurung pembuka.
"Kamu akan terus menujuku kan, Gil?" Katanya dengan semburat sendu terlampir di wajah.
Aku mengangguk sempurna, menenangkan hatinya bahwa aku memang ditakdirkan Tuhan untuknya, untuk menemaninya, menua bersamanya.
Suara mesin dan klakson kendaraan begitu terdengar ramai walau waktu sudah mengarah pada pukul 23:40 wib. Itu karena hari ini adalah penghujung tahun. Setiap orang telah menetapkan tujuan masing - masing untuk mencari kebahagiaan. Dan kami berdua, cukup berada di teras rumah sambil menikmati detik demi detik mengikhlaskan masa lalu dan menyambut tahun baru. Bukankah bahagia itu sederhana? Kau harus menemukan kebahagiaanmu walau dengan cara yang berbeda. Mencintalah hingga tak ada yang dapat melarangmu. Seperti detik. Ia tak memperlambat takdir. Terus berputar dan membiarkan masa depan memberikan kejutan lain. Entah menemukan kita pada tangis menyedihkan ataupun tangis kebahagiaan. Hanya jalani saja dan coba terus berbahagia. Sebisamu. Sebab dengan bahagia kita tahu bagaimana caranya menepikan kesedihan perlahan, menyehatkan jiwa, hingga menanggalkan prasangka tak baik yang sempat terajut di syaraf - syaraf fikir. Kemudian terimalah detik - detik yang terus menuju pada tahun yang baru karena mungkin saja beberapa rencana baik yang masih terkungkung di masa lalu bisa kau rengkuh sesegera mungkin. Dan mungkin saja tanpa ragu Tuhan langsung menyetujuinya hingga kau tak perlu menunggu dalam waktu yang sedikit lebih lama.
PS: Short story ini dibuat untuk menyambut Tahun Baru,exactly. Happy New Year Amigos.... Semoga apa yang terencana dapat terealisasi. Semoga Tuhan terus melancarkan rezeky yang membuat hidupmu terus bahagia, Semoga iman kita semakin kuat. Semoga kesehatan juga tak lelah memompa semangat hingga membiarkan virus - virus tak dengan mudahnya berteman dengan tubuh. Dan jangan takut akan takdir. Detik terus berlalu begitu cepat, jodoh pun pasti akan datang begitu cepat. Let your past make you learn and then you can think that you have to get more happiness for your future, dream, and destiny.
Comments
Post a Comment