#rabumenulis
" Berterima kasihlah pada segala yang memberi kehidupan......" kata seseorang yang selama ini mendedikasikan dirinya dengan alam seperti hobby yang tampak pada aktivitas masa liburnya. Ia berjalan sembari memunguti sampah - sampah yang tertinggal atau mungkin saja sengaja ditinggalkan oleh para pengunjung yang menjejakkan kakinya di tanah karo, sekitaran gunung Sibayak.
"Kamu tahu? Ini adalah tingkah anak - anak yang ingin disangka oke, tapi sejatinya mereka sama sekali tidak oke. Sampah, paku - paku yang ditancapkan di pohon entah atas dasar apa" sambil melepasnya satu persatu. Matanya tak sedikit lengah pada sekitar, ya aku tahu bahwa ia sangat mencintai alam sama sepertiku yang sudah tertular oleh sifatnya. Sangat membenci setiap orang yang dengan pikiran sadarnya membiarkan sampah - sampah terhempas angin, bukan malah di pungut lalu diletakkan ke tempat sampah. Gulungan awan menghadirkan angin yang membuat tubuh tiba - tiba saja tersentak. Ku mundurkan kakiku hingga menyentuh batu besar yang sengaja kucari untuk melepas lelahku. Beberapa orang yang tergabung sebagai kelompok Adventure Together juga tampak kagum atas separuh perjalan mendaki gunung sibayak, mengeluarkan kamera dan mengambil pose terbaik mereka. Senyum berhiaskan syal yang menutupi leher juga lapisan pakaian yang paling luarnya jacket tebal melindungi tubuh - tubuh mereka.
"Kamu lihat burung itu?" Kuarahkan jari telunjukku ke arah puncak pohon yang sebagian dedaunannya mulai berguguran.
"Dia dibesarkan oleh alam. Sama dengan kita bukan? Mmmmm, lebih tepatnya kamu. Bagaimana hidup dengan pepohonan saling berbaris dan angin tanpa polusi?"
"Sangat indah. Tidak seperti kota - kota yang dengan egoisnya tak menghadirkan pepohonan namun malah semakin menjadi meninggikan mal - mal. Seperti kehidupan yang kamu alami. Menjadi anak kota, bukan anak desa sepertiku". Jelasnya.
"Kamu tahu, acap kali hatiku mengaduh pada senja supaya kelak aku berjodoh dengan pecinta alam sepertimu. Sebab aku juga menyukai alam, sama seperti aku menyukaimu. Dan aku sangat membenci perusak alam, sama seperti kamu saat membiarkanku memilih melabuhkan hati pada Dio saja. Pria pilihan ibu".
"Kenapa tidak kamu turuti saja? Bukankah surga ada di bawah telapak kaki ibu?".
"Aku tidak ingin ibuku berubah menjadi ibukota yang egois. Tenang, Ayahku masih terus membujuknya, agar tak ada perjodohan. Aku tak menyukainya, sebab kamulah yang masih belum bisa membuat isakan tangis harus tercipta"
"Sebab aku mencintaimu, tapi tetap ingat... aku tidak akan mencengkrammu Cheryl"
"Itu yang aku suka darimu, Bumi.... Cintamu tidak untuk memaksa setiap gerak. Kepercayaanmu itu yang masih tidak bisa kutemukan pada pria lain"
"Karena cinta cukup menggenggam sayang, bukan mencengkram. Sama seperti alam, jika kita terlalu egois mendapatkan kelebihan dengan mudahnya... hal itu malah akan membuat alam menjadi murka lalu menumpahkan kekesalannya. Hingga banyak yang tersiksa. Bukankah itu karena ulah keegoisan manusianya sendiri? Sebab alam tak pernah salah" haturnya sembari tangan - tangannya terus memasukkan sampah - sampah ke sebuah karung besar. Menjelaskan tarikan dan hembusan nafasnya terus bersahabat di telinga. Kupegang erat tangannya yang sedikit kotor. Tak mengapa, sebab cintaku tulus seperti ia mencintai alam. Seperti hati ibuku yang kuyakini juga akan luluh jika aku serta Ayah memberi pengertian tidak dengan egois, terus menyabarkan hati bahwa kebahagiaan tidak datang jika keterpaksaan malah memalsukan rasa.
Well, seperti cinta terhadap setiap insan.... Cintailah alam sebab alam juga butuh keperdulian, bukan keegoisan.
"SELAMAT HARI BUMI"
Comments
Post a Comment