CERMIN (Cerita Mini)
FICTION
"And we met again" kata pria disamping Belicia yang sudah sejak dua jam lalu masih setia menemani perempuan bermata coklat itu sedang menikmati senja yang sering pula disebut magic hour oleh beberapa orang. Gara pun tak henti menatap lembut ke arah wajah belicia. Senyumnya terurai. Lagi - lagi ada jeda di pertemuan mereka berdua yang mana tak disengaja itu.
"Seseorang mengatakan bahwa senja itu menarik. Selalu ditunggu. Ia memiliki panggungnya sendiri. Walaupun tak jarang awan gelap sering merebut panggungnya" kata belicia sambil mengarahkan kepalanya ke sebelah kanan, membalas tatapan Gara.
"Tapi tenang bel, panggungmu masih belum terebut. Oleh siapapun" tukas Gara.
"Panggungku? Di mana?" Tanya Belicia mengarahkan pandangannya ke segala arah mencoba membalas perkataan Gara yang terdengar tak masuk akal sembari tersenyum.
"Panggungmu di sini." Ucap Gara sambil menempelkan telapak tangan kanan di dada sebelah kirinya.
"Masih di sini. Dan bahkan aku pun tak siap jika ada yang merebutnya" lanjutnya lagi.
"Garaaa, please deh jangan bercanda. Pembahasan kita tadi adalah panggung kepunyaan senja. Bukan aku atau juga kamu". Perempuan itu tertawa kecil sebelum akhirnya raut wajahnya berubah serius. Ia memalingkan wajahnya kembali ke arah Gara. Pria yang semakin tampan sejak terakhir kali pertemuan mereka, 7 tahun lalu. Kini tubuh pria itu terlihat semakin tegap. Kulitnya juga masih putih dan mata yang masih sipit.
"Kenapa ya dengan kita?" Tanya Belicia dengan nada datar dan sedikit memelankan suaranya.
"Dulu pertemuan pertama kita di 10 detik tatapan pertama. Lalu aku sudah bisa langsung mengenali wajahmu. Berlanjut mencari tahu tentangmu, mengamatimu diam - diam. Dan akhirnya jatuh cinta padamu" sambut Gara.
"Tapi sayangnya kamu tak berani mengungkapkannya. Demi menjaga hati Andriana kan? Pacar kamu saat dulu".
Pria itu menganggukkan kepalanya, menunduk, dan tak tahu bagaimana hatinya terus menabah dada.
"Entah kenapa ada yang aneh di tatapan pertama kita di pertemuan pertama dulu. Lalu tanpa di sadari, alam berkonspirasi. Ternyata kita berada di sekolah yang sama. Tuhan sedang membiarkan kita menyelesaikan puzzle puzzle itu. Dan sekarang, akhirnya puzzle itu telah terpecahkan"
"Dan sekarang mungkin sudah seharusnya aku membiarkan panggungmu berantakan. Sebab tak mungkin lagi kamu yang harus kusebut sebut di sana"
"Hidup itu aneh. Saat kita mencintai seseorang dan berharap berjodoh dengannya, tak jauh dari situ ternyata ada juga seseorang lain yang mencintai kita tanpa pernah kita sadar. Lalu ia mendoakan kita, meminta agar berjodoh dengan kita. Dan begitu seterusnya pada orang - orang selanjutnya. Hingga pada akhirnya terserah Tuhan akan memilih siapa yang beruntung dari mereka semua. Doa siapa yang paling tulus, dan usaha siapa yang paling hebat" jelas Belicia sambil menggenggam tangan Gara. Perempuan itu pikir dengan menggenggam tangan seperti itu akan dengan cepat memberikan ketabahan yang berlebih. Gara hanya menunduk. Mungkin ia telah menerima takdir yang tak seapik skenarionya. Pria itu menengadahkan kepalanya menatap senja, menarik napas sedalam mungkin lalu dengan lepas membuangnya. Matanya berkaca - kaca, bola matanya tak tenang. Dan akhirnya matanya pun sudah basah. Tak mau dikira cengeng, Gara mengusap air matanya dengan cepat agar tak harus menyapa pipi. Pandangannya tak lagi berani mengarah pada perempuan yang masih menggenggam tangan kekarnya. Namun tak berapa lama Belicia malah memeluk Gara. Mungkin ia tak tahan menatap pria yang pernah membuat masa sekolahnya semakin indah itu terlihat menyedihkan. Air mata Belicia pun tumpah. Dipeluknya erat tubuh Gara hingga tanpa disadar senja pun sudah menghilang digantikan oleh langit yang semakin menggelap.
"Akan ada yang terbaik untukmu Gara. Dan itu bukan aku. Ga, everything happen for a reason. Just believe with GOD. God knows you so well then me. Thank for loving me. I know that you are a good man. Please be happy. Without me". Ada ruang yang semakin melebar di pelukan mereka. Tatapan sendu mereka kembali beradu seolah tanpa kata - kata pun mereka sudah tahu perasaan masing - masing harus seperti apa untuk kedepannya.
Saat itu malam sudah benar - benar menutup kelambunya, membiarkan bulan dan bintang yang ambil giliran di panggung mereka. Dan giliran Gara serta Belicia yang juga harus mengucap pisah. Di dalam mobil seorang pria berkemeja biru muda telah menunggu dengan setia. Belicia datang menghampirinya, meninggalkan Gara yang masih melihat ke arahnya dengan tatapan kosong. Belicia menatap pria di sampingnya lalu sesaat kemudian mengangguk pelan. Dan ternyata dari sekian banyak doa yang saling terhubung, Tuhan memilih doa perempuan itu dan mengabulkannya. Pria di samping Belicia yang di jari manisnya melingkar indah cincin pernikahan adalah pria yang diminta Belicia pada Tuhan di doa - doa panjangnya. Pria yang sudah hampir 5 tahun tak pernah dihilangkan namanya dari setiap haturan lembutnya pada Tuhan. 5 tahun bahkan bukan waktu yang singkat mengingat semua usaha dan do'a. Tuhan menunggu 5 tahun agar Belicia dipertemukan dengan pria yang namanya terus ada di doa perempuan itu. Dan setelahnya kedua dari mereka berharap agar doa - doa manis dari mulut mereka terus saling bersahutan. Tak meminta yang lain. Tak digoyahkan. Dan tentu saja, harus berterima kasih untuk para pemberi warna di kehidupan sebelumnya. Karena setidaknya di mendungnya langit pernah ada pelangi yang menemani.
Comments
Post a Comment