Gak sengaja di timeline twitter ngebaca beberapa retweet tentang dunia persinetronan Indonesia. Dan ternyata gak sedikit orang yang masih memikirkan tentang tontonan bermutu di Indonesia.
Dulu, ketika saya masih di bangku sekolah dasar, kira - kira sekitar tahun 1999-2000-an awal dunia persinetronan Indonesia lebih baik. Sinetronnya masih main seminggu sekali. Acaranya juga bermutu. Tidak melulu dengan acara joged - joged ataupun membuka kehidupan pribadi beberapa orang. Bahkan acara musik pun kini tak lagi pure tentang musik. Intinya, mencari tontonan asik di negeri sendiri cukup sulit. Hanya beberapa channel yang tak mengikuti trend pasar dan biasanya juga channel tv yang baru mulai mengudara.
Sedikit ingin mengeluarkan unek - unek saja. Jangan pernah salahkan jika banyak anak Indonesia tak lagi memihak acara - acara negara sendiri. Dapat dipastikan bahwa pikiran mereka pasti sama. "Tidak bermutu". Begitulah hati kecil mereka mengatakannya.
Saya pun juga salah satu anak Indonesia yang merasa kecewa dengan tontonan tv Indonesia. Palingan acara favorite ya berita dan talk show bermutu, yang lebih sering mengangkat tema sosial. Tak melulu tentang artis, tapi juga masyarakat Indonesia lainnya.
Menurut beberapa orang balik layar, sangat susah diminati jika para penulisnya membuat cerita yang bagus dan pakai mikir. Mereka sebut bahwa penikmatnya tak banyak, rating share rendah, Produser dan PH rugi. Sedangkan jika membuat cerita yang seperti kebanyakan kita tahu, produser dan PH bisa untung besar, Channel TV meroket, rating share ajib lah pokoknya. Tapi yang ingin saya pertanyakan, mengapa channel tv negara lain bisa menyajikan acara yang bagus, bermutu, dan banyak disukai? Drama korea contohnya, karena memang saya sangat menyukai cara produser, sutradara, penulis serta crew balik layar lainnya dan para pemain dalam menyajikan tontonan yang apik.
Drama korea juga mengejar rating share, tapi isi ceritanya gak sampah. Bikin penonton mikir keras. Sedih, bahagia, gregetannya dapet. Malah hal tersebut membuat semua channel tv saling berlomba membungkus cerita yang apik dan tidak secara langsung banyak memberikan kita edukasi dari pesan di drama tersebut. Tak hanya kisah romantisnya saja, namun sering kali kita bisa larut dengan emosi lainnya. Bahagia, marah, pilu, galau, tegang, dan lainnya. Terkadang tanpa berbicara pun penonton sudah mengerti tentang emosional dalam akting para pemain. Kalau mungkin banyak orang menganggap bahwa drama korea identik dengan kisah romantisnya, mereka salah. Mungkin mereka belum menonton "cainn and Abel", "Ghost", "City Hunter", "I remember You(Hello Monster", dan beberapa film menegangkan lainnya. Mereka juga tidak setengah - setengah dalam membuat cerita meskipun terkadang memiliki tema yang sama namun tetap memiliki perbedaan yang dapat langsung kita sadari. Contohnya tema vampire ataupun zombie.
Drama korea juga mengangkat tema keluarga yang menghabiskan banyak episode. Namun tidak sampai seribuan loh. Kurang lebih 200-an episode lah. Cerita mereka juga tidak melebar kemana - mana. Intinya tetap pada tujuan awal cerita. Pemainnya juga tidak selalu sama untuk satu channel tv. Dan.... para pemain pun bebas mau berakting di channel manapun. Disini saya ingin bertanya, mengapa mereka bisa tapi kita tidak? Penulis skenario Indonesia juga banyak yang bagus loh. Dan saya tahu itu. Tapi lagi - lagi, ada beberapa cerita bagus yang mereka tulis malah harus diganti dengan cerita yang biasa saja. Dan saya pun pernah membaca cerita kisah para penulis skenario sinetron tentang kalutnya mereka.
Ini semua karena tidak ada yang memulai. Tidak berani mengambil resiko besar. Maka dari itu acara pertelevisian kita bukan malah maju. Tapi tak apa kalau mereka tak bisa merubah acara yang tak bermutu menjadi bermutu dan layak dipertontonkan hingga tak harus terus - terusan di tegur oleh KPI. Dan jangan heran jika bullying masih terus terjadi.
Tapi, ada "Plus" yang saya rasakan dari menonton channel tv luar. Iya, saya bisa melatih bahasa inggris saya. Membuat saya rajin buka kamus dan mendapatkan kata - kata baru. Selain itu... saya juga tahu sedikit bahasa korea hehehe. Setidaknya ada "plus" yang saya dapatkan. Satu lagi, saya juga mulai belajar bagaimana cara membaca hangeul. Wawasan juga makin bertambah loh.
Kalau kata - kata bosan saya dikumpulkan ketika melihat acara tv Indonesia, mungkin sudah ada jutaan kata - kata bosan yang saya lontarkan.
To be honest. Saya menulis begini karena saya concern dengan tontonan masyarakat Indonesia. Saya ingin Indonesia bisa lebih maju. Terlebih banyaknya budaya dan hal - hal lain yang bisa menaikkan nama negara kita.
Dear bapak/ibu yang berperan penting terhadap kemajuan acara pertelevisian Indonesia. Mari mulai gebrakan baru atas sinetron tanpa akhir kita menjadi sinetron yang memiliki akhir. Stop di 300 episode sajalah kalau ceritanya memang mengangkat tentang keluarga. Dan stop di kisaran 25 sajalah jika ceritanya di luar tentang keluarga. Bukankah kita juga menginginkan jika sinetron dan acara lainnya ditonton oleh masyarakat di luar negeri sana? Tolonglah jangan hanya mementingkan isi dompet masing - masing. Tapi lihatlah bagaimana cara konsisten dalam membuat cerita. Bukankah artis Indonesia banyak? Tapi mengapa hanya wajah - wajah yang sama saja selalu tampil di layar kaca? Sesungguhnya saya muak, pak/bu.
Cobalah.... renungkan unek - unek saya, anak Indonesia yang menginginkan acara bermutu mampir di penglihatan kami. Dan.... jangan stripping. Please. Juga jangan sia - siakan kekreativitasan anak bangsa begitu saja.
Kalian tahu, hidup bukan melulu mempertebal kantong tapi nihil mutu. Cobalah dengan mempertebal kekreativitasan dan naikkan mutu, dan stop membuat sinetron dan acara tv lainnya yang membuat mati kutu.
Comments
Post a Comment