Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan. Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja, DIA Maha pembolak balik hati manusia. 3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana. Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya. Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas.
Egois sejatinya adalah sifat tak baik yang harusnya dihindari. Beberapa hari yang lalu saya baru saja ditimpa musibah. Bisa dikatakan karena terlalu sebegitunya mungkin saya mencintai dunia. Kala itu ada sebuah teguran hebat yang terjadi seumur hidup. Ditarik lebih jauh, memang sepatutnya kita memiliki tingkat intropeksi yang tinggi akan banyak hal yang sedang kita alami. Terutama pada sebuah musibah. Tak ada yang menginginkan musibah, begitu pun aku.
Dalam kehidupan sebenarnya Tuhan selalu menghadapkan umatnya pada Surga dan Neraka. Jalan yang manakah yang akan kita tempuh? Apakah kita lebih mementingkan nafsu belaka? Bagaimanakah cara kita menikmati hidup? Seharusnya dari beberapa pertanyaan itu, kita tak boleh lupa bahwa kita hanyalah seorang manusia yang memiliki tingkat kekhilafan tinggi. Lalu untuk menjaga kestabilannya, adalah dengan terus mengingat Tuhan sang Maha Agung.
Dari musibah yang baru saja terjadi beberapa minggu lalu, saya menarik kesimpulan bahwasannya ada beberapa kebiasaan yang sedang kulupa. Mungkin sengaja dilupakan sebab ternyata nafsu ingin memeluk duniaku lebih tinggi saat itu. Namun setelah hal menyedihkan itu terjadi, kutarik nafas panjang - panjang. Mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Tak boleh menyesal. Yang boleh adalah intropeksi diri saja akan hal - hal baik yang sudah kita tinggalkan. Mungkin saat itu Tuhan cemburu atau sekadar mengingatkan bahwa aku yang dulu telah berubah. Begitu cintanya DIA padaku hingga teguran harus didatangkan.
Setelahnya... saya pun mengubah cara pikir, meningkatkan iman lebih dalam lagi, menjamah apa yang sudah ditinggalkan, lalu memperbaiki diri menjadi intan yang harus lebih ingat bahwa kepuasan dunia hanyalah sementara. Dan entah kenapa setelah itu sepertinya Tuhan sedang menguji pada setiap orang - orang yang datang. Haruskah memilih surga atau neraka (?).
Sejak itu mulai saya tinggalkan yang hanya mementingkan diri sendiri. Kembali mendahulukan orang tua, keluarga, serta makhluk Tuhan lainnya yang tak seberuntung saya. Musibah kemarin memberikan tamparan yang keras. Tak lagi egois. Tak lagi mentidak adakan yang seharusnya bisa dibantu. Lalu lebih dalam lagi aku berpikir, seharusnya lebih kudulukan akhirat (untuk menuju SurgaNya). Hal - hal yang seharusnya kutabung untukku kelak setelah kematian. Sebab kita tahu, semakin kesini bumi tampaknya mulai jengah, bumi sedang menangis dan meronta - meronta sebab manusia saat ini sepertinya tak lagi pantas dikatakan sebagai manusia. Manusia kurang saling menjaga yang harusnya dijaga. Jika kelak memang bumi benar - benar marah, lalu pilihan mana yang benar - benar bisa menolong kita (?)
Lalu lebih baik mana?
Mementingkan Surga(?)
Atau Neraka (?)
Mementingkan Surga(?)
Atau Neraka (?)
Comments
Post a Comment