Skip to main content

Sampai Akhirnya Kau Tidak Harus Tahu Bagaimana Caranya Aku Bersedih 

Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan.  Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja,  DIA Maha pembolak balik hati manusia.  3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana.  Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya.  Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas. 

Anak Kecil Penjual Koran

#ShortStory

Anak kecil itu menyeka wajah lelahnya yang berhias peluh. Di bahu kanannya tersampir handuk kecil. Tangan kanannya memeluk erat tumpukan koran yang masih terlihat banyak. Dikejauhan ia mendapati diriku, kami saling menatap. Mungkin dipikirnya aku adalah salah seorang yang pas untuk ditawari koran miliknya sebab mataku memang tak lepas darinya. Kaki - kaki lelahnya yang beralaskan sendal merk paling dikenal di indonesia "swallow" bertali biru itu sudah tampak lusuh. Ada senyum harap dari raut wajahnya. Dan beberapa puluh detik kemudian tubuh kecilnya sudah berada di depanku. Diulirkan tangan kanannya yang menggenggam sebuah koran dengan mengganti tumpukkan koran ke lengan kiri.
"Koran mbak" lagi kami saling menatap. Mataku terperanjat, entah mengapa aku masih sedikit kaget.
"Oh..emm... iya. Berapa dik?" Jawabku terbata - bata.
"7000 saja mbak" matanya berbinar. Sepertinya ada harapan baik di matanya menawarkan yang ia jajakan. Bola matany kembali mengikuti gerakn tanganku yang akan mengambil atau menolak tawarannya. Hingga pada akhirnya menyusup ke kantong jaket merah tebal andalanku yang di depannya terdapat singkatan FCB. Club bola kesukaanku.
"Ini" sambungku sambil mengulurkan uang 50 ribu rupiah. Senyum anak yang masih mengenakan celana  sekolah merah itu semakin mereka. Namun sesaat kemudian ia mengerutkan dahinya.
"Sebentar ya mbak. Saya tukar dulu uangnya"
"Ha? Ndak usah dik. Untuk kamu aja kembaliannya ya."
"43 ribu mbak?"
"Iya" jawabku sambil memutar badan setelah mengusap lembut kepalanya. Kurekatkan jaket mengingat angin sore sudah datang. Senja di 17.42 begitu membuatku sedikit gigil. Mungkin karena aku baru saja sembuh dari demam.
"Mbak...." sahut anak laki - laki dibelakangku. "Makasih banyak yaaaa".

Langkahku terhenti, kuputar badan arah 45 derajat. Kusimpulkan senyum ramah sebisaku di wajah yang katanya jutek ini. Kuanggukkan kepala dan mengangkat tangan melambai padanya. Ada tawa riang di balik suara kendaraan yang tampak riweuh untuk ukuran hari biasa pada pukul 18.03 wib. Ternyata sesederhana itu membuat bahagia. Nominal yang aku pikir hanya bisa membeli secangkir coffe late merk ternama itu ternyata punya sejuta kebahagiaan di raut wajah di belakang sana. Sambil berjalan pelan kurogoh saku celana, mengambil ponsel lalu membuka passcodenya. Kutatap lekat sosok yang ada di dalamnya. Seorang anak bayi dan aku umur 13 tahun disampingnya. Adik kecilku. Yah, yang sekarang berada di balik badan. Tanpa sadar air mata jatuh pelan, menyapa perih yang mengingatkan pada masa dimana kami terpaksa dipisah karena ayah yang merelakanku di besarkan oleh seorang pengusaha. Katanya agar kehidupanku lebih baik darinya. Tapi entahlah... entah memulai dari mana untuk menjelaskan pada Dirga. Anak kecil penjual koran yang masih menatap lama di belakang sana.

Ps: nulis ini abis baca separuh buku boy candra yang "Pada senja yang membawamu pergi" tiba - tiba kepengin ngeblog kaya dulu. Tulisan 15 menit. Dan ya... jari-jari dengan lancarnya tanpa tau sudah berkolaborasi baik dengan isi kepala yang bahkan saya heran kenapa ada cerita yang begini.

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa Suka Senja?

Kenapa suka senja? Karena senja pernah mengenalkanku pada dia. Kenapa suka senja? Karena pada senja entah kenapa aku bisa berlama - lama diam lalu menghaturkan setiap harap walau kutahu tetap pada Tuhan meminta dan mengadu paling efektif. Kenapa suka senja?  Cahayanya.  Ya,  cahaya keemasannya selalu mampu membuat kedua bola mataku tak mampu berkedip cepat.  Ya,  aku mulai candu padanya. Kenapa suka senja? Karena dengan menatapnya ada rasa damai walau seringkali beberapa orang keheranan menatapku. Ya,  aku tergila - gila dengan senja.  Dengan waktu kemunculannya,  dengan warna indahnya,  dengan pemandangan burung-burung membentuk formasi yang menempuh jalan pulang yang mana membuat siapapun tak bisa menolak untuk tak jatuh Cinta padanya. Hai senja,  lagi untuk yang keberapa kalinya aku memberitahu pada dunia bahwa kau adalah candu yang susah dihentikan. Kau adalah Indah. Sebab kau tak mampu biasa.

Kisaran Naga

#30HariKotakuBercerita Judulnya seram? Ya, jadi disini saya akan menceritakan tentang terjadinya nama Kisaran. Legenda tentang kota kisaran juga ada beberapa versinya tapi sejak saya kecil, orang – orang disekitar saya menceritakan versi yang sebagai berikut..... Asal mula nama kisaran sendiri berawal saat hujan deras dan petir menyambar – nyambar. Saat itu kota ini sedang diguyur hujan lebat beserta angin kencang dan petir yang menakutkan. Orang – orang sekitar pun berkeluaran karena ternyata pepohonan yang berada di tepi sungai pada bertumbangan dan air sungai pun meluap seketika. Lalu seseorang berteriak begitu takutnya karena melihat ada makhluk aneh tampak berkisar. Rerumputan yang tadinya adalah tanah dari pohon tumbang tersebut pun terbuka seperti sengaja dibuka. Seketikanorang – orang yang melihat pun berteriak histeris. Lalu mereka berteriak “ Naga berkisar…… Naga berkisarrr” sambil menunjuk ke arah tumpukan pohon yang tumbang tadi. Masyarakat takjub dan juga d

Untuk Tuan Yang Telah Berpuan

#30HariMenulisSuratCinta Ada semangat lain kala Tuhan membiarkan jiwa - jiwa saling menyapa kesunyian. Di dalam hati ada gemercik rindu yang tak ingin tersudahi mengikat setiap otot dan urat - urat yang sedang bekerja tak kenal lelah. Namun tak lagi cerita tentang kamu yang kini mendiami relung fikir. Tak ada kamu, Tuan. Tak ada lagi yang harus kujadikan alasan disela aktivitas lainku. Tak ada lagi do'a terlantun yang membalutkan namamu bersama nama - nama lainnya di do'aku. Tak ada lagi kamu yang .gegabah agar dimasukkan ke dalam ritual terindahku itu. Bahagialah bersama dia yang kau cinta. Biarlah sebuah masa dimana kita saling merasa telah terhapus oleh asa yang sudah patah, juga kedatangan wanita yang sedang kau puja. Kau tahu perihal melupakan? Walau tanganku ingin menyusuri apa yang bisa ku temukan tentang kamu, namun hatiku tetap enggan untuk mencipta kepingan rasa kembali teringat masa lalu. Aku tak ingin hembusan nafas patah kembali mengusik telinga dan menusuk hati