Skip to main content

Sampai Akhirnya Kau Tidak Harus Tahu Bagaimana Caranya Aku Bersedih 

Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan.  Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja,  DIA Maha pembolak balik hati manusia.  3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana.  Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya.  Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas. 

Di Batas Pisah

#ShortStory

Dering ponsel membangunkan Aira yang tampak nyenyak tidur seolah - olah ia sehabis begadang. Padahal kenyataannya wanita itu tak lagi sanggup begadang seperti zaman kuliah dulu. Entah faktor umur atau pekerjaannya kini membuatnya tak terlalu sanggup menahan kantuk. Dengan mata yang sedikit terbuka ia berusaha membaca nama si penelpon yang membangunkannya bagai alarm paginya. Tiba - tiba detakan jantungnya sedikit melonjak. Ada sebuah nama tak asing yang ia anggukkan janjinya malam tadi untuk membantunya mengambilkan foto di tempat yang sudah direncanakan. 

"Astaghfirullah" ucapnya pelan sambil mengarahkan mata pada jam dinding di hadapannya. Ibu jarinya sedikit ragu untuk mengangkat panggilan. 08.10 wib menjadi saksi bahwa Aira telah melewati waktu janjinya pada si pembuat janji jika mereka akan bertemu pukul 08.00 wib. Tak lagi ragu wanita itu tampak mengatur suara parau khas bangun tidurnya menjadi lebih lembut dan mengatur nafas yang tak sejalan dengan degupan jantungnya.
"Halo... Ra. Assalamualaikum"
"Iya hallo Ga. Waalaikumsalam"
"Gimana? Jadikan?" Tanya pria itu
"Oh.. mmm iya jadi."
"Hmmmm kamu belum bangun ya?" Tanya si penelpon di seberang sana dan dibalas hanya dengan secercah tawa yang kian menghilang.
"Yaudah.. jam 09.00 kita ketemu ya."
"Iya..oke." jawabnya singkat sebab ia tak tau lagi ingin melanjutkan apa pada pria diseberang telpon.
Dengan kepala yang sedikit pusing, dibangkitkan anggota tubuhnya agar tak kian malas lalu mulai bersiap - siap untuk bertemu dengan pria alarm yang janjinya harus terlambat sebab rasa kantuk ternyata tak mampu menyadarkan wanita berpiyama biru tua bermotif bunga itu secepat mungkin. 08.40 wib Aira masih saja mengarahkan pandangan di depan cermin, memakai kerudung dan sesekali mencocokkannya dengan pakaian coklat yang dikenakannya saat itu. Kali ini ia tak boleh terlambat, pekiknya dalam hati.

08.50 wib kendaraannya sudah memasuki pelataran mesjid. Dengan pagi yang sepi di mesjid paling besar di kotanya, ia melihat ke sekeliling. Membenarkan arah pandang apakah si pembuat janji telah datang mendahuluinya. Setelah lelah tak menemukan tanda - tanda sedikitpun, dirogohnya ponsel yang berdiam di sling bag merah kesukaannya. Mengetikkan abjad yang sudah sangat dikenalnya lalu melakukan panggilan. Dengan diikuti deringan nada sambung di seberang, kaki - kakinya berjalan menjauh dari mesjid melangkah ke sebuah alun - alun yang berada di hadapan mesjid ditemani daun - daun berwarna coklat yang mulai berguguran serempak.
"Halo.. Assalamualaikum"
"Iya halo Ra, Waalaikumsalam"
"Kamu di mana?" Tanya aira lagi.
"Kamu udah sampai Ra?"
"Iya. Udah. Kamu masih di rumah?"
"Iya lagi beres - beresin baju"
"Jadi kan? Jangan lama - lama ya... Aku sendirian di sini"
"Iya, jadi. Oke.. 10 menit aku sampai sana ya...  Atau kamu mau ke rumah aku dulu? Biar kita pergi sama-sama?" Tawarnya
"Mmmm.. aku nunggu di sini aja ya.."
"Oh.. yauda deh kalau gitu. Sebentar lagi aku datang ya. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" ucapnya sambil mengakhiri telpon di jumat pagi itu. Bersama jawaban singkat yang terjadi, ada rasa sedikit canggung kala Aira berkomunikasi kembali  dengan pria di seberang sana sebab dua minggu yang lalu ada sedikit pertikaian antara mereka berdua. Adu argumen yang ternyata berakhir tak saling bicara dan tegur sapa sebelumnya. Detik itu buliran air mata tak terasa jatuh. Ia mengambil posisi duduk yang sedikit sejuk sambil  mengusap pelan pipinya lalu menengadahkan kepala memastikan agar air matanya tak banyak tumpah. Ada sedih yang memuncak di kolong langit. Ada sepi yang akan terus menyendiri di kedepan hari. Dan seolah sudah tahu apa yang akan terjadi setelah pertemuannya nanti dengan pria itu, ia pun menarik nafas pelan sambil menyadarkan hati tak boleh sampai tangis terus memayungi pagi yang cerah. Sebab nantinya pasti ada tanya pada pria yang akan ditemuinya  jika sembab menggoresi wajah. 

~ It`s a beautiful life... Beautiful day
Neoui gieogeseo naega saltende... Beautiful life beautiful day... Nae gyeoteseo meomulleojwo~
Lagu milik Crush - Beautiful yang menjadi nada panggil Aira menyadarkan wanita itu dari lamunan singkatnya. Sambil mengarahkan ke sekeliling ia menegakkan tubuhnya. Matanya pun mencari sosok pria yang sudah sangat dikenalnya itu. Dan... yah, dia menemukan pria berbaju merah yang juga sedang meletakkan ponsel ditelinganya.
"Halo Assalamualaikum Ra.. kamu di mana?"
"Waalaikumsalam... Iya sebentar. Aku udah lihat kamu" sambil mencepatkan langkah sebab pria itu terus - terusan menanyakan di mana posisinya saat itu.
"Ra... kamu di mana? Kamu sudah pulang? Kalau kamu sudah pulang, yasudah.. aku pulang saja" dengan rentetan pertanyaan yang tak kunjung dijawab Aira, pria itu tampak ngambek seperti sifat khasnya yang sudah wanita itu hafal benar.
"Sebentar..  ini aku lagi jalan."
"Iya.. tapi kamu di mana? Kamu di dalam mesjid?" Tebak Arga.
"Aku di arah jam 6 kamu" wanita itu memberi clue sebab dari kejauhan tampak pria berbaju merah yang sedari tadi terus ditatapnya  terlihat kebingungan. Menolehkan arah pandang ke setiap sudut mesjid.
"Di mana?" Tanya pria itu lagi dengan tak sabar.
"Kamu hadap belakang" jawab aira lagi sambil terus berjalan menghampiri. Hampir saja sampai, Aira berhenti di depan 4 anak tangga yang mengarah ke sebuah kolam air pancur yang di seberangnya ada Arga, pria berbaju merah yang sudah membalikkan tubuhnya namun masih juga tak sadar akan sosok Aira.
"Di mana Ra?"
"Di depan kamu.." Aira melangkahkan kaki menaiki anak tangga perlahan demi perlahan. Sampai pada anak tangga terakhir, tubuh Arga tertutupi dengan air pancur yang seakan adalah tirai yang membelah tatapan mereka.
"Ini aku.. yang pakai baju coklat" ucap Aira. Langkahnya pun kembali terhenti. Jantungnya tiba - tiba saja tak santai. Ada tangis yang terus di tahannya. Ditariknya nafas, lalu guratan senyum mulai diukir seolah hari itu ia sedang bahagia.
"Kamu udah liat aku kan? Ga?"
"Iya Ra."
~Bip ~
Kedua dari mereka sama-sama mematikan sambungan telpon. Saling memandang dari kejauhan yang terbelah air pancur setinggi 2 meter, langkah kaki mereka pun saling menuju di sebuah titik temu. Aira tampak canggung. Ia tak tahu harus basa basi apa pada pria itu. Namun dengan pasti, dilangkahkan dengan cepat kakinya hingga ia duluan yang melewati kolam pancur.
"Sini ponsel kamu.." Pinta Aira mematahkan kecanggungan antara mereka berdua.
Namun pria itu masih terus menatap Aira. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu. Tak mau berpikir yang aneh - aneh, Aira terus menenangkan hatinya seolah memang mereka tak pernah ada apa - apa.
"Mana.. ponsel kamu? Biar aku fotoin. Mau foto di mana?"
"Sebentar Aira... aku setting dulu."
"Oh... oke" sahut Aira sembari mengalihkan pandang ke sekitar.
Dan setelahnya tak ada percakapan lebih, sebab tampaknya mereka berdua masih sama-sama canggung setelah perdebatan terakhir yang terjadi di sabtu malam lalu. Aira dengan bahagia mengambilkan foto kenang - kenangan pria itu. Dan terus mencari angle terbaik di sudut - sudut tertentu. Setelah lelah difoto seorang diri, Arga pun kembali memegang ponselnya dan mengatur ke kamera depan untuk berfoto berdua dengan Aira.
"Kita kayak foto di Mekkah ya.." sahut Arga.
Aira hanya tersenyum lembut sambil mengarahkan bola mata tetap fokus pada kamera. Semakin lama  mereka berdua semakin menyipitkan matanya sebab mentari pagi begitu kuat membagikan sinar sehatnya. Kini... mentari pagi dan 2 anak Adam itu saling berhadapan. Menyaksikan betapa indahnya pemandangan pagi yang mempertemukan bagi yang akan dipisahkan.
"Mata kamu kenapa berkaca -kaca?"
"Hmmm? Enggak.. enggak apa - apa kok. Mata kamu itu yang berkaca - kaca" terang Aira.
"Iya dong.. kan aku pakai kacamata" dalihnya sambil tersenyum dan menatap lama wajah wanita dihadapnya.
"Oh ya Ra. Nanti kalau kamu menikah, jangan lupa undang aku ya. Nanti walaupun aku lagi dapat jadwal tugas, aku akan minta tolong ke temen aku untuk digantikan. Demi kamu."
Detak jantung Aira melemah secara tiba - tiba. Seperti ada rasa tak rela namun siapa yang bisa mengelak kehendak Tuhan. Tak ada yang tahu masa depan setiap insan akan seperti apa. Secepat mungkin Aira menunduk, berharap agar pria di hadapnya tak membaca raut wajah Aira saat itu.
"Ra.... aku minta maaf jika ada salah ya. Baik yang disengaja atau tidak. Pesan aku, jaga diri kamu baik - baik di sini" sambung Arga menatap Aira lekat.
"Iya.. aku juga minta maaf. Makasih ya" ucapku seolah semuanya baik - baik saja dan akan bertemu kembali. Detik itu juga wanita berkerudung coklat muda itu tampak menenangkan hati dan menyadari betapa sedihnya sebuah perpisahan. Perpisahan yang tak pernah diketahui akan berpisah selamanya atau kelak mungkin saja akan ada waktu untuk bertemu. Jumat itu mungkin saja menjadi jumat terakhir mereka bertemu. Jumat terakhir wajah mereka saling bertatapan. Jumat terakhir pria itu melaksanakan shalat jum'at terakhir di kota itu sebelum menjadi seorang perantauan lagi di kota orang. Entah kenapa di pertemuan kita seolah lupa jika nanti akan ada sebuah  perpisahan di depan sana. Dan di setiap tawa kita selalu lupa bahwa kesedihan bisa saja tiba - tiba merenggutnya. Perlahan... jejak - jejak kaki dua anak manusia itu tak lagi saling bersahutan. Ada arah tujuan yang tak lagi harus bersama. Lagi - lagi selalu ada misteri di tiap cerita. Dan yang lebih menyedihkan bahwa dicerita itu masih ada tanda tanya yang tak pernah terjawab hinggah langkah - langkah mengucap pisah.

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa Suka Senja?

Kenapa suka senja? Karena senja pernah mengenalkanku pada dia. Kenapa suka senja? Karena pada senja entah kenapa aku bisa berlama - lama diam lalu menghaturkan setiap harap walau kutahu tetap pada Tuhan meminta dan mengadu paling efektif. Kenapa suka senja?  Cahayanya.  Ya,  cahaya keemasannya selalu mampu membuat kedua bola mataku tak mampu berkedip cepat.  Ya,  aku mulai candu padanya. Kenapa suka senja? Karena dengan menatapnya ada rasa damai walau seringkali beberapa orang keheranan menatapku. Ya,  aku tergila - gila dengan senja.  Dengan waktu kemunculannya,  dengan warna indahnya,  dengan pemandangan burung-burung membentuk formasi yang menempuh jalan pulang yang mana membuat siapapun tak bisa menolak untuk tak jatuh Cinta padanya. Hai senja,  lagi untuk yang keberapa kalinya aku memberitahu pada dunia bahwa kau adalah candu yang susah dihentikan. Kau adalah Indah. Sebab kau tak mampu biasa.

Kisaran Naga

#30HariKotakuBercerita Judulnya seram? Ya, jadi disini saya akan menceritakan tentang terjadinya nama Kisaran. Legenda tentang kota kisaran juga ada beberapa versinya tapi sejak saya kecil, orang – orang disekitar saya menceritakan versi yang sebagai berikut..... Asal mula nama kisaran sendiri berawal saat hujan deras dan petir menyambar – nyambar. Saat itu kota ini sedang diguyur hujan lebat beserta angin kencang dan petir yang menakutkan. Orang – orang sekitar pun berkeluaran karena ternyata pepohonan yang berada di tepi sungai pada bertumbangan dan air sungai pun meluap seketika. Lalu seseorang berteriak begitu takutnya karena melihat ada makhluk aneh tampak berkisar. Rerumputan yang tadinya adalah tanah dari pohon tumbang tersebut pun terbuka seperti sengaja dibuka. Seketikanorang – orang yang melihat pun berteriak histeris. Lalu mereka berteriak “ Naga berkisar…… Naga berkisarrr” sambil menunjuk ke arah tumpukan pohon yang tumbang tadi. Masyarakat takjub dan juga d

Untuk Tuan Yang Telah Berpuan

#30HariMenulisSuratCinta Ada semangat lain kala Tuhan membiarkan jiwa - jiwa saling menyapa kesunyian. Di dalam hati ada gemercik rindu yang tak ingin tersudahi mengikat setiap otot dan urat - urat yang sedang bekerja tak kenal lelah. Namun tak lagi cerita tentang kamu yang kini mendiami relung fikir. Tak ada kamu, Tuan. Tak ada lagi yang harus kujadikan alasan disela aktivitas lainku. Tak ada lagi do'a terlantun yang membalutkan namamu bersama nama - nama lainnya di do'aku. Tak ada lagi kamu yang .gegabah agar dimasukkan ke dalam ritual terindahku itu. Bahagialah bersama dia yang kau cinta. Biarlah sebuah masa dimana kita saling merasa telah terhapus oleh asa yang sudah patah, juga kedatangan wanita yang sedang kau puja. Kau tahu perihal melupakan? Walau tanganku ingin menyusuri apa yang bisa ku temukan tentang kamu, namun hatiku tetap enggan untuk mencipta kepingan rasa kembali teringat masa lalu. Aku tak ingin hembusan nafas patah kembali mengusik telinga dan menusuk hati