#ShortStory
#Fiction
Tangis itu bagian dari kebahagian pun kesedihan. Lalu bersyukurlah, karena dengan menangis ada kelegaan dalam diri.
••••
Seorang ibu bertanya kepada anak perempuannya perihal foto yang menjadi gambar latar di ponsel sang anak perempuan. Entahlah, mungkin sang ibu sudah ingin melihat anak perempuannya memikirkan masa depan, memilih seorang pria untuk menjadi pendampingnya, dan memiliki anak sebelum sang ibu meninggal dunia. Setiap orang tahu betul bahkan sudah sering mendengar bahwa "Jodoh itu Tuhan yang mengatur".
Sambil menatap layar ponsel anaknya, sang ibu itu kembali membuat pertanyaan.
"Itu siapa?" Senyum menyeringai di wajah lembutnya terlihat antusias.
"Ha?" Sang anak terdiam, memikirkan jawaban tepat dan cepat. "Oh, ini foto artis" sambungnya sambil meletakkan ponsel.
"Tampan" seru sang ibu lagi.
"Hehehe, iya. Namanya artis, tampan sudah pasti" anak perempuan itu kembali terdiam namun memekarkan bibirnya. Mencoba mengingat - ingat tentang sebuah kisah pertama kali ia menyukai pria yang menjadi latar ponselnya. Pria yang notabene bukan artis. Ia adalah orang biasa yang secara biasa mampu membuat seorang anak perempuan itu menyukainya. Bahkan harus berbohong tentang identitas pria dengan kaos merah putih yang memang tampan itu.
"Ibuku menyukaimu" gumam anak perempuan itu sambil menatap sebuah foto yang ada di layar ponselnya. Hatinya bersedih. Berusaha menerima takdir yang bahkan tak pernah diketahui. Anak perempuan itu membelai lembut layar ponselnya bak dengan nyata mengusap pipi pria itu.
"Aku ingat betul sebuah kutipan drama yang di dalamnya mengatakan: Takdir selalu membuat kita harus memilih, dan terkadang.... takdir bahkan mengabaikan do'a kita yang tulus." Gumam anak perempuan itu masih dengan menatap foto pria yang ia suka sambil meneguk air jahe yang berharap dapat menghangatkan tubuh mungilnya di musim hujan seperti pagi itu.
••••
"Takdirmu, takdirku. Bahkan sedikit saja aku ingin melongok dan ingin tahu siapa yang sedang Tuhan persiapkan untukku. Ya, agar aku bersiap untuk melupakanmu, agar tak ada kamu, namamu, dan fotomu di hari - hariku. Aku juga tak mengetahui mengapa aku terlampau bangga menemukanmu di dunia. Aku terlalu berkeinginan keras agar kita bertemu. Dan mungkin saja, kita dapat ditakdirkan bersama. Ya, Mungkin saja." Perempuan itu melangkahkan kakinya selebar mungkin, mengepalkan jari jemarinya, meluruskan arah pandang, dan berlari sekuat yang ia bisa. Ia pasrah. Sebab yang ia tahu hanya berdo'a. Mendo'akan pria itu, agar selalu bahagia. Sampai terkadang ia lupa mendo'akan dirinya sendiri untuk bahagia. Seperti itulah sesederhananya mencintai. Entah membuatnya menjadi bodoh atau memang sebegitu tulusnya satu rasa yang ia beri.
Keringatnya terus mengalir di tubuh. Sesekali jatuh menyapa mata. Ia mengurangi tempo larinya, mengatur napas, menengadahkan kepala ke arah langit biru yang dihampiri mendung. Alun - alun kota pagi itu memang tampak sepi tak seperti biasanya, mungkin dikarenakan mendung yang terlalu cepat menampakkan diri hingga membuat lainnya urung sekadar jogging di hari libur ini. Perempuan itu menghentikan langkah. Tatapannya kosong. Direbahkan tubuhnya di atas rerumputan hijau terbentang luas, seluas stadion sepak bola. Di kolong langit ia terbodoh, air matanya jatuh pelan tanpa diharapkannya. Dadanya sesak. Matanya memerah. Alunan lagu "Remember" milik D-cloude sangat jelas mewakili perasaannya. Mengayun pelan menimbulkan rasa haru dan patah.
"Kenapa dahulu aku harus menemukanmu? Kenapa kekagumanku atasmu terus menjadi hingga kini aku lupa bahkan sangat - sangat lupa bagaimana caranya membencimu. Cara melupakanmu. Cara bahagia tanpamu. Cara mengasihani perasaanku. Kau tahu betapa banyak rasa bahagiaku karenamu? Aku yakin kau bahkan tak pernah tahu. Dan itu, yang membuatku semakin patah" tukasnya dalam hati sambil memejamkan matanya dan terseduh. Tangannya menggenggam rerumputan. Emosinya pun tak karuan. "Bagaimana jika aku tak bisa mengikhlaskanmu? Bagaimana?" Tangisnya tak terbendung, isakan pelannya pun kini berubah menjadi rengekkan kuat yang tak bisa ia cegah lagi. Ia merasa hidupnya berantakan, ia merasa ingin berubah saja menjadi ia dimasa kecil yang tak harus memikirkan pekerjaan, menggapai mimpi, dan jodoh. Bahkan di do'anya pun ia tak banyak meminta pada Tuhannya. Sadar betul bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik bagi sekarang dan masa depannya.
Ponselnya tiba - tiba berdering. Bukan seperti nada panggilan telepon, chat, ataupun pesan. Ia membuka pengunci ponselnya dan menemukan sebuah pemberitahuan singkat: "His Birthday".
Tangisnya meredah walaupun isakannya masih terdengar jelas. Ia tahu bahwa hari ini bukan hari ulang tahun dirinya atau keluarganya, melainkan.... sang pria berwajah tak terlupakan baginya.
"Happy birthday to you..." kata perempuan itu dengan senyum singkat dan memejamkan matanya untuk mendo'akan pria itu. Hari ini adalah hari bersejarah bagi pria tersebut, pertambahan umurnya dan sudah beberapa tahun kebelakang perempuan itu selalu mengingatnya. Di kolong langit perempuan itu menangis. Di kolong langit perempuan itu tersenyum pelan setelah tangisnya. Dan di kolong langit perempuan itu mendo'akan kebahagiaan pria itu setelah tangis dan senyumnya, lalu mengakhirinya dengan ucapan singkat dan rapalan do'a - do'a indah mengalun pelan dalam hati.
PS: I didn't mean. It just fiction at all. Thank you for everyone who read every words I'd wrote, anyway. Hopefully you'll get what you want, present and future. Get the best fate. And get the best future with the best person you choose. Make sure that you have to be happy because you are qualify to be happy. Cheer up!!!
Sincerely
인탄
Comments
Post a Comment