Skip to main content

Sampai Akhirnya Kau Tidak Harus Tahu Bagaimana Caranya Aku Bersedih 

Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan.  Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja,  DIA Maha pembolak balik hati manusia.  3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana.  Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya.  Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas. 

Misteri di Derawan

*dibuang sayang*

Well, di bawah ini adalah sebuah  short story yang pernah diikutkan di salah satu lomba. Setelah sering ikutan lomba nulis dan akhirnya ada dua naskah yang terpilih jadi kontributor beraama kontributor lainnya dan dibukukan di penerbit indie yang berbeda pula, naskah short story yang satu ini pun juga diikutkan dalam sebuah lomba yang diadakan oleh sebuah penerbit indie lain lagi. Namun sayangnya.... enggak terpilih *sudah biasa* *aku mah apa atuh*. Jadi dari pada mubajir *yang katanya temannya setan* dan enggak mungkin diikutkan lomba lain lagi, pada akhirnya mending di post di blog pribadi aja bahwa pernah ada sebuah naskah yang tidak lolos yang mungkin masih kurang bagus dari pada peserta lain. Okay... enggak usah berlama - lama, Let's read.....

MISTERI DI DERAWAN

Setelah belasan jam menemp perjalanan mulai dari Bandara Kualanamu menuju Soekarno Hatta, berlanjut menuju ke Tarakan, menggunakan bus ke pelabuhan Malundung lalu kembali melanjutkan perjalanan yang dibilang cukup memakan waktu lebih dari 3 jam jika menggunakan speed boat ke Derawan yang mana adalah tujuan utama untuk berlibur dan akhirnya perjalanan panjang ini sungguh tak sia – sia. Ya, seperti apa yang banyak di katakan setiap orang bahwa yang indah – indah itu memang butuh perjuangan ekstra. Aku pun tertegun sejenak melihat keindahan objek wisata di tanah Kalimantan Timur itu.

Pertama kalinya menjejakkan kaki bukan hanya di pulau Derawan saja namun lebih tepatnya di tanah Kalimantan yang bahkan tak pernah kumasukkan dalam bucket list untuk menghabiskan liburan. Karena cuaca yang tak mendukung, akhirnya sore itu aku hanya dapat menikmati pulau Derawan dari dalam homestay saja. Kubolak balikkan buku bacaan The Journey kisah indah perjalanan dari beberapa traveller yang hampir habis kubaca namun entah mengapa tingkat konsentrasiku sedikit kacau.
“ Sayang ya, alam enggak mendukung” seru Alya yang tak henti memotret pemandangan dari home stay kami beryempat.
“ Sabar aja, bentar lagi juga reda hujannya. Tuh jingganya mulai kelihatan” kata Aldi ang berjalan menuju pintu depan homestay. Kami semua pun tersenyum riang menatap cahaya keemasan yang masih bersembunyi di balik awan mendung.
“ Gimana kalau entar malem kalian semua percayakan perjalanan malam kita sama aku. Okay?” sambut Nico dengan aura wajah aneh. Sebab dengan aura wajah seperti itu sudah dapat kutebak akan ada jurit malam dadakan olehnya.
“ Jangan bilang kamu mau ajak kita uji nyali atau semacamnya ya. Emang kalau pun ada, yakin emang kalau pulau ini seram? Soalnya sepanjang yang aku rasa sih pulau ini romantis banget” aku pun melangkah sembari menengadahkan tangan menilik apakah gerimis telah hilang.
“ You are right, reyna” menodongkan jari telunjuknya tepat di wajahku.
“Gak salah emang kita temenan lama. Waktu itu kan aku pernah ke sini dan sayang banget enggak napak tilas ke Kuburan Kuda dan Sumur Tua. Nah, kareana sekarang aku punya kesempatan untuk dapat ke Derawan lagi… gak salah kan kalau 2 tempat itu jadi tujuan kita malam ini. Setuju, setuju??” tanyanya lagi dengan menatap tajam ke arah kami bertiga. Beberapa menit keheningan tercipta, entah sedang memikirkan rasa takut ataupun rasa pernasaran tentang dua tempat yang pasti memiliki cerita seru untuk di kulik. Aku pun menganggukkan kepala, di lanjut Alya, hingga Aldi. Malam yang di tunggu – tunggu oleh kami berempat pun tiba, peralatan seperti camera, handycam, senter sepertinya sudah menjawab kesiapan kami untuk melanjutkan ide seram kami sore tadi. Hawa dingin menyergap tubuh, aroma selepas hujan juga masih menusuk hidung, hingga bulan sabit turut menemani langkah kami yang saling bersahutan. Kuarahkan cahaya lampu senter yang kupegang erat ke segala arah, lama – lama aku semakin tak tahan dengan angin yang terus menyibakkan rambut juga pakaian tebalku. Kututup pengait jacketku yang berada tepat di leherku, sesekali kutatap wajah Nico yang rasa antusiasnya malah semakin menjadi – jadi. Ia pun mencepatkan langkah, menarik tanganku dan tangan Alya agar mempercepat langkah kami. Kami berempat berdiri berdampingan, menatap ke arah sekitar dan tetap mentajamkan pendengaran kami.
“ Nah itu dia!!!” seru Nico lalu berlari dan pertama yang sampai di hadapan Kuburan Kuda tersebut. Nisan berbentuk kuda yang lapisan catnya juga tampak terkupas di makan waktu, membuat bulu kudukku berdiri. Ku hentikan kakiku dengan jarak 3 meter dari Kuburan Kuda yang di depannya terdapat lima buah makam lain yang letaknya berbaris dengan jarak antar kuburan hanya satu jengkal saja. Aroma wewangian kembali menusuk hidung yang sempat tercium namun hilang kembali di bawa angin. Di areal tuburan tersebut juga terdapat botol – botol minyak wangi yang sepertinya sengaja di bawa oleh para peziarah.
“ Maksud dari kuburan ini apa? Kok nisannya bentuk kuda? Memang yang dikubur kuda, gitu?” tanya Alya polos.
“ Nah, jadi ceritanya berawal dari pelarian seorang prajurit hingga ke pulau Derawan untuk menghindari musuh yang mengejarnya di masa Perang Dunia II. Menurut cerita prajurit tersebut adalah orang pertama yang menjejakkan kaki di pulau Derawan bersama dua ekor kuda yang di naiki secara bergantian. Tak lama kuda itu pun mati, karena pengorbanan besar dua ekor kuda yang membantunya menghadapi perang dunia tersebut, maka kedua kuda itu pun di kuburkan layaknya seorang pahlawan”.
“Udah deh yuk, kita balik aja. Perasaanku tiba – tiba gak enak” seruku sembari menarik jacket Aldi dan Nico.
“Bentar Rey.. yaudah kita jalan lagi ke Sumur tua yang aku bilang tadi sore yuk?”
“ jadi ke situ?” tanyaku lagi.
“ Iya lah. Nanggung udah sampai sini” ujarnya dan berlalu meninggalkan Kuburan Kuda, menarik tanganku dan Alya kembali. Tak lama kami pun tiba di area sumur tua, perjalanan mistis terakhir yang kuharap tak di lanjutkan ke tempat aneh lainnya oleh Nico, sahabatku itu. Angin tak henti – hentinya mengibaskan rambut, kali ini ada sedikit aroma anyir yang kucium. Tempatnya yang lembab semakin membuat imajinasiku tambah berkeliaran. Sering ku dengar bahwa makhluk halus sangat menyukai tempat – tempat yang lembab, apalagi nuansa sumur tua juga pasti tak jauh – jauh dari cerita mistis seperti kebanyakan.
“ Kok gak ada penampakan ya guys? Cuma gini doang. Gak seru, nyaliku datar terus”
“Sstttt Nic. Jangan takabur atuh. Yang ada kalau makhluk halusnya muncul mau di apain? Terus bisa apa kamu?” sahut Alya yang kubenarkan dengan anggukan kepala. Suara laut dan angin yang semakin berhembus tiba – tiba tampak terdengar seperti suara erangan. Kupalingkan kepala ke arah belakang, kutatap dalam – dalam sekitar mulai dari pepohonan yang tak henti menari, hingga aroma – aroma aneh lainnya yang tak terduga. Selang beberapa menit, tiba – tiba saja angin berhenti. Suara ombak laut juga tak terdengar jelas di telinga. Ku arahkan lagi kepala dan senter yang terus ku pegang sedari tadi.

Krakkk…kkkrakk…Brakkkk!!!!!!! Pohon tepat di belakang Nico pun tumbang seketika, kaki kami terperanjat dan segera menjauh sekitar 2 meter dari pohon yang jatuh tersebut.
“ Perasaan pohonnya masih muda, tingginya juga masih 5 meteran. Kok tiba – tiba tumbang?” pikir Aldi dan segera mendatangi pohon tersebut.
“ Udah deh. Mendingan kita balik ke homestay aja. Kamu sih Nic, ngomong gak di jaga. Di tempat seram gini juga aneh – aneh aja. Pakek nantangin segala” Alya pun menarik lengan Aldi dan aku untuk segera kembali ke homestay. Nico masih tertegun tak bergeming dari tempat itu. Kusadarkan lamunannya, kucengkram lengannya untuk segera kembali ke homestay. Setelah keluar dari area sumur tua, kami pun sedikit berlari agar cepat sampai. Remang – remang cahaya menuntun langkah kami yang tergesa – gesa tanpa sepatah kata. Tiba – tiba seseorang menghentikan langkah. Seorang anak perempuan kecil dengan wanita tua tersenyum sambil bernyanyi dan sedikit berlari tanpa menatap ke arah kami. Topi seperti yang sering di kenakan oleh Kate Middleton dengan bentuk hampir datar dan hanya memiliki sedikit cekungan untuk di tempelkan di bagian kepala serta hiasan bunga – bunga dan bulu juga tampak mewah melengkapi topi berwarna merah muda yang dikenakan oleh anak perempuan kecil itu sedang wanita tua itu hanya mengenakan baju terusan berwarna cream. Mereka berlalu ke arah sumur tua namun sesaat kemudian menghentikan kakinya dan membalikkan tubuhnya ke arah kami terdiam. Perempuan kecil itu tersenyum sambil melambaikan tangannya seperti mengajak kami untuk bergabung dengannya. Tatapan kami pun saling berbagi, seketika Alya berteriak lalu menggenggam erat tanganku. Tak tahu entah berapa lama perjalanan kami dari sumur tua ke homestay, bibir kami masih membeku dengan arah pandang juga masih saling tertuju ke satu dan lainnya. Karena tak ingin membahas tentang apa yang baru saja terjadi, kami pun memutuskan untuk memasuki kamar masing – masing, membaca do’a banyak – banyak dan tidur.

--------
Matahari pagi di pulau Derawan sungguh indah, siluet kapal nelayan yang akan mencari ikan menjadi pemandangan apik yang tak ingin di lewatkan oleh lensa kamera masing – masing. Air laut yang biru juga karang – karang sungguh sangat romantis tak seperti nuansa malam tadi.
“ Kalian tahu enggak, menurut cerita… sumur tua tadi malam itu di buat oleh leluhur orang Derawan yang melarikan diri dari perang. Bahkan ketika menggali hanya di kedalaman 3 sampai 5 meter, airnya sudah keluar. Tapi yang anehnya airnya bukan air asin, melainkan air tawar. Dan katanya jika malam tiba……”
“Stop!!!!!” Jeritku dan Alya bersamaan ke arah Nico.
“ Udah Nic. Cukup. Udahlah, lupain kejadian tadi malam. Aku tuh masih parno tau enggak” ucapku pelan. Kami pun bergegas menaiki perahu nelayan karena berencana ikut mereka mencari ikan sambil menjepret view bagus untuk di abadikan. Dua ratus meter sudah kapal kami menjauh dari dermaga, beberapa bapak - bapak tampak kebingungan karena tiba - tiba saja mesin kapal mati di tengah laut. Tentu kami berempat pun panik tak karuan, disamping aku yang tak bisa berenang. Kupegangi Aldi yang coba menenangkan aku dan Alya. Ombak pun tiba - tiba datang dengan tinggi, perahu nelayan sudah pasti bergoyang hebat dan kami pun tersiram air dari ombak. Cuaca yang cukup cerah dengan seketika berubah mencekam. Warna jingga kembali tertutup awan mendung, laut seakan marah entah mengapa. Di dekat box tempat menaruh ikan aku melihat seorang anak kecil terduduk, ya anak kecil seperti yang kami lihat tadi malam. Kucoba mendatanginya, ternyata ia tidak seorang diri melainkan bersama seorang nenek yang sama pula. Pelan - pelan dengan degupan jantung memburu dan gelapnya suasana, ku arahkan kepala ke balik box dan.....
" AAAaaaaaaaa!!!!!" teriakku.
" Kamu kenapa sih Rey?" tanya Nico.
" Ya ampun Nic!!! tadi tuh aku liat anak kecil dan nenek - nenek itu di sini!!! Anak kecil yang tadi malam ke arah sumur tua!!!" Jelasku histeris. Nico melanjutkan langkahnya ke arah di mana anak kecil dan nenek itu terduduk. Ia menemukan secarik kertas dengan tulisan...
"Jangan main – main, kalau tak siap bertanggung jawab”
" Oh my God, Nic. Mereka neror kita?" seruku lagi dan ikut memegang secarik kertas tersebut.
" Udah kamu tenang dulu" sahutnya menenangkanku.

Di kejauhan kami berdua melihat dua sosok itu berada di ujung perahu, menatap kami sambil berpegangan tangan dengan wajah tampak marah. Semenit kemudian, mereka berdua terjun.
"AAaaaaa jangannnnn!!!" jeritku membuat semua orang memperhatikanku penuh. Aku dan Nico berlari ke arah ujung perahu mencoba melihat dua orang yang terjun barusan. Namun, tak ada siapa pun.
" Mesinnya hidup lagi!!!" Teriak seorang nelayan, aku pun melongok ke arahnya dan seketika cuaca berubah cerah kembali.
" Oh My GOD!!!" Seru Aldi yang entah mengapa membuang tasnya. Kami berdua mendekat mencari tahu apa yang terjadi. Secarik kertas kami dapati di dalam tas milik Aldi yang bertuliskan....
"CEPAT... PERGIII!!!"
" Sumpah ini udah enggak bener. Tadi aku sama Nico juga nemuin secarik kertas. Ini...."
"Tolonggg.... tolonggg!!! Ada yang tercebur ke lautttt... !!! Tolonggg!!!" Tatapan kami pun kembali mengarah ke seorang bapak di ujung perahu. Kutatap Nico lalu kami beranjak mencari tahu siapa yang tercebur.
"ALYA???" Teriak kami bertiga kompak.

END

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa Suka Senja?

Kenapa suka senja? Karena senja pernah mengenalkanku pada dia. Kenapa suka senja? Karena pada senja entah kenapa aku bisa berlama - lama diam lalu menghaturkan setiap harap walau kutahu tetap pada Tuhan meminta dan mengadu paling efektif. Kenapa suka senja?  Cahayanya.  Ya,  cahaya keemasannya selalu mampu membuat kedua bola mataku tak mampu berkedip cepat.  Ya,  aku mulai candu padanya. Kenapa suka senja? Karena dengan menatapnya ada rasa damai walau seringkali beberapa orang keheranan menatapku. Ya,  aku tergila - gila dengan senja.  Dengan waktu kemunculannya,  dengan warna indahnya,  dengan pemandangan burung-burung membentuk formasi yang menempuh jalan pulang yang mana membuat siapapun tak bisa menolak untuk tak jatuh Cinta padanya. Hai senja,  lagi untuk yang keberapa kalinya aku memberitahu pada dunia bahwa kau adalah candu yang susah dihentikan. Kau adalah Indah. Sebab kau tak mampu biasa.

Kisaran Naga

#30HariKotakuBercerita Judulnya seram? Ya, jadi disini saya akan menceritakan tentang terjadinya nama Kisaran. Legenda tentang kota kisaran juga ada beberapa versinya tapi sejak saya kecil, orang – orang disekitar saya menceritakan versi yang sebagai berikut..... Asal mula nama kisaran sendiri berawal saat hujan deras dan petir menyambar – nyambar. Saat itu kota ini sedang diguyur hujan lebat beserta angin kencang dan petir yang menakutkan. Orang – orang sekitar pun berkeluaran karena ternyata pepohonan yang berada di tepi sungai pada bertumbangan dan air sungai pun meluap seketika. Lalu seseorang berteriak begitu takutnya karena melihat ada makhluk aneh tampak berkisar. Rerumputan yang tadinya adalah tanah dari pohon tumbang tersebut pun terbuka seperti sengaja dibuka. Seketikanorang – orang yang melihat pun berteriak histeris. Lalu mereka berteriak “ Naga berkisar…… Naga berkisarrr” sambil menunjuk ke arah tumpukan pohon yang tumbang tadi. Masyarakat takjub dan juga d

Untuk Tuan Yang Telah Berpuan

#30HariMenulisSuratCinta Ada semangat lain kala Tuhan membiarkan jiwa - jiwa saling menyapa kesunyian. Di dalam hati ada gemercik rindu yang tak ingin tersudahi mengikat setiap otot dan urat - urat yang sedang bekerja tak kenal lelah. Namun tak lagi cerita tentang kamu yang kini mendiami relung fikir. Tak ada kamu, Tuan. Tak ada lagi yang harus kujadikan alasan disela aktivitas lainku. Tak ada lagi do'a terlantun yang membalutkan namamu bersama nama - nama lainnya di do'aku. Tak ada lagi kamu yang .gegabah agar dimasukkan ke dalam ritual terindahku itu. Bahagialah bersama dia yang kau cinta. Biarlah sebuah masa dimana kita saling merasa telah terhapus oleh asa yang sudah patah, juga kedatangan wanita yang sedang kau puja. Kau tahu perihal melupakan? Walau tanganku ingin menyusuri apa yang bisa ku temukan tentang kamu, namun hatiku tetap enggan untuk mencipta kepingan rasa kembali teringat masa lalu. Aku tak ingin hembusan nafas patah kembali mengusik telinga dan menusuk hati