#ShortStory
#Part II
Baca Part I disini
" ini formulirnya pak"
" loh, kenapa sya? Bukannya kamu suka menulis? Dan bukannya kamu sering mengikuti kompetisi menulis?"
" Sepertinya saya tidak bisa pak. Mood saya tidak cukup baik akhir - akhir ini. Permisi" kuakhiri pembicaraan kami berdua dengan hening membuntuti tanda tanya. Harus kurelakan sebuah kompetisi menulis itu karena tak tahu lagi bagaimana aku dapat melanjutkannya. Tak ada alasan lebih jelas yang membuatku terpaksa mengikutinya. Wajah lelahku menyapa ruangan kelas dengan langkah gontai tak tegas. Kuambil tasku lalu kembali kutapakkan jejak meninggalkan ruangan kelas tanpa sepatah kata.
Drrrtttt drrtttt drrttttt getaran yang ketika menemui dosen Object Oriented Programmingku terus bergetar masih tetap tak kuhiraukan. Kutatap cahaya matahari yang kini tepat berada di atas kepala mengartikan pukul 12.00 siang merangkak naik. Kuikat rambutku yang tadinya tergerai melindungi tengkukku, menyeka keringat yang terus - terusan bercucuran hingga punggungku membasahi kemeja biru laut yang kukenakan. Seseorang menyenggol bahuku namun tak sedikitpun membalikkan tubuhnya sekadar mengucapkan kata maaf padaku yang masih terdiam mematung dengan mulut mengangah.
" Hey!!!" Panggilku namun ia tak bergeming dan terus berjalan.
" Tunggu!!" Seruku lagi dan iapun akhirnya menghentikan langkah.
" Maksudmu aku?" Dengan wajah datar sambil menatap kesekitarnya.
" Ini surat untukmu"
" Wahhhh, jangan - jangan kau suka denganku ya? Haha... ya, pantas saja soalnya aku kan tam...." kugenggamkan ke tangan kananya surat berbalut amplop putih yang terdapat tulisan kampus dimana ia dulu berasal dan membuatnya tak lagi melanjutkan kata - kata terlalu percaya dirinya.
" Jangan Ge-Er dulu. You should read it first! Ini dari pak Abdi saat tadi aku bertemu dengannya" jelasku dan berlalu meninggalkannya dan tak sengaja malah menyenggol bahu kanannya. Dari kejauhan seorang pria menungguku dengan gaya berdiri khasnya, melambaikan tangan agar memperjelas arahku untuk tak lama - lama tiba di hadapannya dengan segera. Kubiarkan anak baru itu terdiam melihatku dari kejauhan, kupalingkan wajahku dan memang dia masih tak bergerak dari depan fakultas Teknik dimana kami saling menerima pelajaran. Pria di hadapku menyambutku dengan senyum yang menenangkanku sambil mengacak - acak poni depanku. Kupegang tangannya agar tak berlanjut merusak ikatan rambutku yang tampak semakin tak rapi, aku pun masuk ke dalam mobil diikuti dengannya yang segera mengantarku untuk makan siang agar cacing - cacingku tak berdemo dan menusuk perutku. Kubuka kaca jendela mobil dan menikmati angin sejuk tanpa polusi kendaraan. Wajah ceria yang baru saja kulayangkan dihadap pria di sampingku berangsur memudar ketika kembali mengingat formulir yang kukembalikan pada pak Abdi beberapa puluh menit yang lalu.
" Are you okay, sya?" Tanya pria itu sambil mendekatkan arah telapak tangannya ke dahi mencek kehangatan suhu tubuhku.
" I'm okay" kujauhkan tangannya mengartikan bahwa tak ada hal serius yang terjadi padaku. Kupikir aku hanya merasa lelah karena selepas subuh hingga pukul sepuluh pagi tadi aku harus menemani ibu berbelanja melengkapi bahan - bahan untuk catering pernikahan dari seorang pelanggan. Pria tersebut kembali memberi perhatiannya padaku, menyodorkan sebotol air mineral yang mungkin dia pikir aku sangat membutuhkannya. Kuambil botol itu dengan uraian senyum mengarah padanya, kuteguk setelahnya lalu mobil kami membelah jalanan dan menghempas dedaunan kering yang berserakan di sekitar jajaran pohon mahoni.
To be continue.....
Comments
Post a Comment