Skip to main content

Sampai Akhirnya Kau Tidak Harus Tahu Bagaimana Caranya Aku Bersedih 

Entah kenapa malam itu semua tiba tiba berubah. Bahkan sebuah perasaan tak biasa muncul. Dan baru tersadar esok hari sembari perlahan mengingat doa kapan yang sedang Tuhan kabulkan.  Perihal perasaan sendiri pun tetap Tuhanlah yang mengatur. Ah, benar saja,  DIA Maha pembolak balik hati manusia.  3 tahun menyukai pria sama ternyata seperti ini. Tanpa temu. Tanpa hilang sedikitpun rasa. Namun lagi lagi kebiasaannya masih tetap sama. Kembali menghilang. Bahkan setelah kehilangannya tidak tahu harus mengendalikan perasaan yang bagaimana.  Penghujung 29 ternyata memberikan kisah campur aduk yang baru ini di rasa. Ternyata lebih ikhlasku mampu kucipta meski tidak tau alur seperti apa yang akan dijalani nantinya.  Ah, mari tetap semangat. Mari tetap menggantungkan cita cita. Mari untuk jangan membenci perasaan cinta itu sendiri meski berkali kali kandas. 

Kami Pramuka

Siang itu riuh rendah suara mengisi ruangan beranggotakan 40 siswa/siswi serta seorang guru sejarah berkacamata berumur sekitar 30an. Suaranya yang lantang menggema keseisi ruangan. Murid-murid yang tadinya saling canda sesaat diam tanpa gerakan bebas.

"Kalian tau kalau kalian banyak? 40 mulut dengan beragam intonasi. 1 banding 40. Saya tau kalau kalian tidak menyukai kelas saya yang selalu memberikan hafalan-hafalan tentang Proklamasi, perjalanan Kerajaan Persia Dinasti Achaemenid, Deklarasi Djuanda, hingga sejarah tentang peradaban awal di Indonesia." Suara yang lantang itu kembali melemah. Ada hening sesaat sembari langkahnya kian maju di depan meja barisan pertama. Tepat di hadapku. Matanya menjuru ke semua 40 pasang mata yang saling menatap gantian. "Sejarah tidak harus dibenci. Sejarah itu membuat kalian mencintai tanah pusaka. Membuat rasa menghargai masa lampau begitu besar hingga mampu bersyukur menikmati masa kini. Bukan semata tentang berapa nilai yang kalian dapatkan. Tapi adalah maknanya. Saya ingin kalian tumbuh menjadi manusia yang pintar. Mampu bersaing di kedepannya hari. Menjadi pemuda-pemuda berpendidikan." Tutup pria itu sambil mengasi buku-buku di mejanya seolah mengetahui bahwa jam pelajaran akan segera usai. Tak lama bel pun berbunyi. 40 pasang mata itu masih terus diam sambil matanya mengawasi gerak gerik pak guru mereka yang memuntahkan isi hati selama 1 semester ini. Membuat hati tiap - tiap murid bertanya - tanya. 

"Dasar sok oke" ucap Fardhan
"Siapa? Pak Ale?" Tanya diandra sambil mengarahkan langkah menuju kantin.
Diambilnya bungkusan kecil tisu dari saku, dan tangannya pun mulai menngusap - usap meja yang sudah terlihat bersih sekilas. Sesekali Diandra mengarahkan mata pada teman di depannya yang masih terlihat kesal.
"Kamu kenapa sebegitu tidak sukanya ke pak Ale?"
"Dia guru SMP ku juga. Waktu itu dia pernah memukulku dengan kesalahan yang tak aku buat. Arogan, menurutku."
"Okey... lupakan pak Ale. Sekarang gimana tugas dari kakak pembina? Bukankah sore ini tugas terakhir di kumpul?"
"Ah.. dokumenter. Katanya diperpanjang"
"Kata siapa?"
"Mmmmm... aku dengar Haga yang kaatakan"
"Seriusan?"
"Tuh dia. Tanya saja"
Seujurus kemudian perempuan tinggi dengan ikat rambut di tengah itu berjalan menghampiri Haga yang sedang tertawa bersama teman sekelasnya. Dikejauhan Fardhan menyaksikan percakapan temannya. Memandang bahasa tubuh kedua rekan yang tampak serius. Tawa kecilnya terlintas sesaat. Pria cuek itu kembali menegak minuman botolnya lalu menyendokkan nasi soto tanpa Diandra yang sejak tadi menemaninya.

Matahari pukul 3 sore mulai membakar kulit. Bahkan kaos lengan panjang pun tak sanggup menahan cahaya yang kian detik kian menusuk. Kakak pembina susah berbaris di depan. Jejeran calon anak - anak Pramuka mengambil sikap istirahat sembari mendengarkan aba-aba. 

"Tugas silahkan dikumpul."kata salah seorang kakak pembina.
Kupalingkan arah mata pada Fardhan dan begitupula dengannya seakan mempunyai pertanyaan yang sama walau belum diucap. Satu persatu perwakilan telah menyerahkan CD lengkap dengan cover sebagai penanda. Mata mereka pun menuju pada Haga, pria yang ditemui Diandra pada jam istirahat pertama tadi siang. Tanpa menghiraukan Haga dengan santainya kembali ke barisan tanpa menghiraukan 2 calon anak pramuka yang bahkan dokumenternya belum tuntas keseluruhan.
" Kan bisa kita selesaikan tadi Dhan kalau memang sore ini dikumpul."
"Tapi kata Haga..."
"Siapa lagi yang belum mengumpul adik-adik?" Suara kakak pembina memotong suara berbisik mereka. Dengan tatapan lesu mereka menaikkan tangan.
"Kenapa?"
"Maaf untuk dokumenter kami belum bisa dikumpul kak"
"Tidak kalian kerjakan? Bukankah ini tugas untuk kalian?"
"Sudah dikerjakan kak. Tapi belum selesai."
"2 minggu saya suruh. 2 minggu kalian kemana saja? Bagaimana kalian bisa bertanggung jawab kedepannya? Kamu tahu, Anak pramuka itu bertanggung jawab. Maaf.. kalian gagal masuk menjadi anak pramuka tahap tahun ini."
"Tapi kak...."
"Silahkan keluar. Ada waktu 1 jam yang hanya bisa saya kasih. Lewat dari itu, mohon maaf"
Setelah meminta izin, Fardhan dan Diandra pun bergegas mencari laptop. Ditangan kanan Diandra sudah berhias flashdisk dengan bahan - bahan tugas yang masih berantakan. Jika mengambil laptop kerumah mereka paling tidak butuh waktu 25 menit. Jika ditambah waktu pulang dan pergi 50 menit sudah harus terbuang sia-sia. Tidak mungkin menyelesaikan tugas hanya dalam waktu 10 menit saja. Pikiran kedua siswa dengan kaos putih itu tak tentu, arah langkah mereka pun berantakan.  Tak berapa lama langkah kaki mereka sama - sama berhenti. Di depan pintu ruang guru berdiri pak Ale yang sepertinya sudah sejak tadi memasang pandangan ke arah siswa/siswi calon anak pramuka baru. Pandangan Diandra pun mengarah ke Fardhan.
"Nih.. pakai ini." Sambut pak Ale menjulurkan tas berisi laptop.
Langkah Fardhan pun maju mundur. Mungkin saja dia bingung akan mengambilnya atau tidak. Tanpa pikir panjang Diandra langsung mengambilnya dan meminta izin pada pak Ale.
Senyum pak Ale mengembang menatap kedua muridnya yang hampir saja gagal masuk di tim pramuka. Dikejauhan Fardhan membalas senyum itu sambil mengingat kata-kata pak Ale ketika mereka melanjutkan tugasnya.
"Anak pramuka itu bertanggung jawab, Mandiri, tegas, pantang menyerah. Bahkan bukan saja bagi anak pramuka, tapi setiap remaja hendaknya menanamkan sifat tersebut dimasa pencarian jati diri. Sebab sukses kita yang tentukan"
Ya... mungkin itu kenapa pak Ale selalu tegas dalam kelas. Ia ingin setiap muridnya sukses, menjadi pribadi-pribadi baik dan pastinya bertanggung jawab. Menghilangkan sifat iri dan mengesampingkan sifat benci. Mungkin persepsi Fardhan pun tak sepenuhnya benar. Sejak kejadian ini Fardhan bahkan mulai menghilangkan sifat tak sukanya pada pak Ale.
Di barisan paling depan, kakak - kakak pembina mulai mengenalkan diri masing-masing hingga sampailah ke kakak pembina paling akhir. Ya, pak Ale. 

NB: short story ini dibuat dalam rangka hari Pramuka. Tetaplah jadi remaja yang cerdas, tangguh, bertanggung jawab. Songsonglah masa depan dengan terdidik. Hilangkan setiap prasangka buruk yang melemahkan hati.
"SELAMAT HARI PRAMUKA"

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa Suka Senja?

Kenapa suka senja? Karena senja pernah mengenalkanku pada dia. Kenapa suka senja? Karena pada senja entah kenapa aku bisa berlama - lama diam lalu menghaturkan setiap harap walau kutahu tetap pada Tuhan meminta dan mengadu paling efektif. Kenapa suka senja?  Cahayanya.  Ya,  cahaya keemasannya selalu mampu membuat kedua bola mataku tak mampu berkedip cepat.  Ya,  aku mulai candu padanya. Kenapa suka senja? Karena dengan menatapnya ada rasa damai walau seringkali beberapa orang keheranan menatapku. Ya,  aku tergila - gila dengan senja.  Dengan waktu kemunculannya,  dengan warna indahnya,  dengan pemandangan burung-burung membentuk formasi yang menempuh jalan pulang yang mana membuat siapapun tak bisa menolak untuk tak jatuh Cinta padanya. Hai senja,  lagi untuk yang keberapa kalinya aku memberitahu pada dunia bahwa kau adalah candu yang susah dihentikan. Kau adalah Indah. Sebab kau tak mampu biasa.

Kisaran Naga

#30HariKotakuBercerita Judulnya seram? Ya, jadi disini saya akan menceritakan tentang terjadinya nama Kisaran. Legenda tentang kota kisaran juga ada beberapa versinya tapi sejak saya kecil, orang – orang disekitar saya menceritakan versi yang sebagai berikut..... Asal mula nama kisaran sendiri berawal saat hujan deras dan petir menyambar – nyambar. Saat itu kota ini sedang diguyur hujan lebat beserta angin kencang dan petir yang menakutkan. Orang – orang sekitar pun berkeluaran karena ternyata pepohonan yang berada di tepi sungai pada bertumbangan dan air sungai pun meluap seketika. Lalu seseorang berteriak begitu takutnya karena melihat ada makhluk aneh tampak berkisar. Rerumputan yang tadinya adalah tanah dari pohon tumbang tersebut pun terbuka seperti sengaja dibuka. Seketikanorang – orang yang melihat pun berteriak histeris. Lalu mereka berteriak “ Naga berkisar…… Naga berkisarrr” sambil menunjuk ke arah tumpukan pohon yang tumbang tadi. Masyarakat takjub dan juga d

Untuk Tuan Yang Telah Berpuan

#30HariMenulisSuratCinta Ada semangat lain kala Tuhan membiarkan jiwa - jiwa saling menyapa kesunyian. Di dalam hati ada gemercik rindu yang tak ingin tersudahi mengikat setiap otot dan urat - urat yang sedang bekerja tak kenal lelah. Namun tak lagi cerita tentang kamu yang kini mendiami relung fikir. Tak ada kamu, Tuan. Tak ada lagi yang harus kujadikan alasan disela aktivitas lainku. Tak ada lagi do'a terlantun yang membalutkan namamu bersama nama - nama lainnya di do'aku. Tak ada lagi kamu yang .gegabah agar dimasukkan ke dalam ritual terindahku itu. Bahagialah bersama dia yang kau cinta. Biarlah sebuah masa dimana kita saling merasa telah terhapus oleh asa yang sudah patah, juga kedatangan wanita yang sedang kau puja. Kau tahu perihal melupakan? Walau tanganku ingin menyusuri apa yang bisa ku temukan tentang kamu, namun hatiku tetap enggan untuk mencipta kepingan rasa kembali teringat masa lalu. Aku tak ingin hembusan nafas patah kembali mengusik telinga dan menusuk hati